Apa Hubungannya Saya dengan Handphone? (tidak) Baik-Baik Saja -__-
Ini adalah posting yang dibuat dengan tujuan minta maaf. Berarti udah berapa kali aku nge-post dengan niat minta maaf ya? Sering banget kayaknya. Kalau judul blog aku diganti dari 'Paradiso Perduto' ke 'Mohon Maaf Lahir Bathin : Saya Risau", mungkin lebih cocok ya, bener-bener mencakup semua yang terjadi dalam hidup aku akhir-akhir ini.
So, sesuai judul, permintaan maaf kali ini berkaitan dengan handphone. Ya, handphone. Alat komunikasi yang keberadaannya buat aku hampir noneksisten itu.
Yap, yap, kalau orang-orang terdekat aku disuruh menyusun lima kelemahan Vera, taruhan daftar teratasnya nggak jauh-jauh dari ini (sebenarnya memang aku mengadakan survey kecil terselubung sama orang-orang di sekitar aku, dan memang inilah hasilnya, jika dilihat dari frekuensi protes):
5. Ngerepotin orang kalau nyebrang dan ketakutan berlebihan pada ban mobil, apalagi bus atau truk gandeng. (defense : "Mengingat betapa aku seperti sasaran empuk buat ditabrak motor --YA, UNTUNG SEJAUH INI MASIH MOTOR-- kayaknya wajar kalau aku jadi takut sama segala macam roda yang bisa melaju lebih dari 20 km/jam")
4. Tiba-tiba nyerocos pake bahasa alien di tengah pembicaraan, atau tiba-tiba pake istilah yang bikin orang lain langsung roaming dan ngomong, "iya aja deh Ver." (defense : "Itu aku lagi latihan berbahasa asing, practice makes perfect, you know?")
3. Mukanya nyolot (defense : "woy, ini mah emang settingan default dari sononya, Mas, Mbak!")
2. Pelupa dan ceroboh, jalan di tanah datar aja bisa kesandung plus nabrak tiang. Diingetin sesuatu, lima menit kemudian lupa (defense : "Ehehehe...maaf ya, space otak aku udah kepake buat ngapalin mata kuliah." *belagumintadijitak*)
1. Sering banget jauh dari handphone. Atau pas sekalinya deket, abis batere. Atau providernya ngadat. Pokoknya handphone Vera nggak ada benernya (defense: ... *ga bisa ngomong apa-apa*)
Aku tahu aku salah, mianhamnida. Benda itu masih aja belum biasa aku pegang-pegang. Belum biasa deket-deket sama aku. Belum biasa berespon cepat setiap kali benda itu berdering, apalagi kalau cuma bergetar doang. Bukan nggak butuh, sebenarnya sih malah butuh banget, tapi kayaknya tanpa benda itu aku masih bisa hidup dengan tenang-tenang aja, walaupun kalau ilang mah sedih juga sih. Itu alasan banyak telepon yang jadi misscall (tapi sebagian misscall itu tanggung jawab provider aku yang ngehe). Banyak sms yang pending atau baru aku balas berjam-jam kemudian (setengah...oke, seperempat dari itu juga salah provider ngehe). Bahkan alarm yang aku setel di handphone aku juga lebih sering bangunin orang lain daripada bangunin aku sendiri (misalnya aku tidur di kamar, hapenya di kamar Dira. Ya itu mah judulnya ga bakalan kedengeran apa-apa).
Itu semua ada alasannya, jelas. Aku punya semacam kenangan buruk sama handphone. Dulu pas masih parah-parahnya, ngeliat handphone aku aja bikin sakit hati. Sempat satu setengah bulanan itu handphone aku masukin laci, sampai nomor aku yang dulu kadaluarsa. Sejak itu aku udah ganti handphone 3x tapi tetap aja...ada kesan-kesan tertentu dari handphone itu yang bikin aku belum betah bergantung sama mereka. Handphone jadi semacam simbol kenangan buruk, harapan palsu, khayalan yang bukan hanya nggak tercapai, tapi juga jatuh bebas ke bumi. Nah lho, apa hubungannya. Pokoknya ada.
Jadi begitu, buat orang-orang yang mencoba menghubungi aku beberapa hari terakhir ini, maaf kalau balasannya lama. Berhubung aku nggak FB-an untuk waktu yang belum bisa ditentukan, memang handphone jadi satu-satunya alat untuk mencapai aku (selain telepon rumah atau datang ke rumah aku yang di ujung peradaban dunia itu sih sebenarnya). Karena itu PERCAYALAH aku juga sedang berusaha untuk menyembuhkan kenggaksukaanku yang aneh pada handphone.
Untuk sementara, tolong maklumi dulu ya. Dan jangan jadi kapok ngehubungin aku ya. Huhu.
Salam penuh cinta (naon),
Vera
Comments
Post a Comment