Teriakan Bisu Lagi Buat Ruh
Kepada Ruh
dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia yang Baik dan Benar (karena kamu akan menganggap saya semacam grammar Nazi tiap saya pamer kesukaan saya mengamalkan panduan EYD)
Ruh,
Oy, halo. Atau mungkin saya harus menyapamu pakai bahasa lain, biar kamu makin ketawa-tawa. Annyeong. Guten Abend. Buona sera. Wilujeng sonten.
(Moga-moga kamu ketawa. Saya suka melihat kamu ketawa)
Sudah sejak lama saya mau menulis sesuatu buat kamu. Entahlah, sebuah puisi, mungkin. Atau cerpen. Atau sekadar tulisan yang sulit dikategorikan, yang sebagian besar isinya curhat terselubung. Jadi, inilah. Terserah kamu mau menganggapnya apa.
Kenapa saya ingin menulis buatmu, ya, Ruh? Toh kamu mungkin tidak pernah baca. Dan kalaupun baca, mungkin tidak mengerti. Kalaupun baca dan mengerti, mungkin kamu tidak sadar saya menulis ini buat siapa. Kalaupun baca, mengerti, dan sadar, masih ada kemungkinan kamu tidak suka.
Ah, negatif sekali. Buat saya cinta seharusnya positif, tapi ketika berhadapan denganmu, saya kembali mengkeret. Seperti sel dalam larutan hipertonik. Kenapa ya? Apa ini bukan cinta, Ruh?
Eh...tunggu. Cinta itu apa, Ruh?
Banyak teman bertanya apa itu cinta buat saya. Mereka pikir saya ini semacam ahli cinta kali ya, mentang-mentang puisi dan cerpen saya tentang cinta-cintaan. Padahal, ah, sama-sama juga bingungnya. Makanya jawaban saya atas pertanyaan itu jarang ajeg. Di sekali waktu, cinta itu A, di lain waktu, cinta itu B. Lainnya lagi, saya jawab dengan senyum-senyum dikulum dan balik bertanya, "Apaaa cobaaa?"
Salah satunya yang secara konsisten saya ocehkan tentang cinta, itu adalah mengenai kaitannya dengan evolusi. "Cinta itu mekanisme evolusi," kata saya, sok keren. "Dengan cinta, kamu bertahan. Orang yang dicintai jelas akan mendapat banyak keuntungan, karena yang mencintainya akan banyak berkorban baginya. Begitu juga orang yang mencintai akan mendapat suntikan kekuatan demi melindungi dan menyenangkan yang dicintainya." Lalu mereka manggut-manggut. Ah, Ruh, persona saya sebagai maniak biologi bisa juga buat jual ocehan random soal cinta dan evolusi ini.
Tapi, Ruh, ocehan itu ada seriusnya lho. Saya senang jadi bagian dari perjuangan kamu. Makanya tiap kali kamu minta bantuan, saya langsung mengiyakan di dalam (walaupun di luar tampaknya saya mikir, dan baru mengiyakan sepuluh menit kemudian). Tiap kali kamu bertanya, saya akan berusaha keras menjawabnya. Tiap kali saya tahu kamu membutuhkan sesuatu, saya merancang cara untuk memberimu itu. Ini simbiosis mutualisme lho, Ruh. Kamu senang, saya nyengir juga. Kamu terbantu, saya bahagia. Kadang-kadang saya pikir, "Eh, Ruh, tukeran dong," tapi mungkin sebenarnya kamu juga sedang membantu saya dengan cara yang tidak selalu saya sadari kan, ya. Bahkan bantuan kamu yang saya sadari banyak juga lho, Ruh. Saya nggak mau masuk neraka karena mengingkari nikmat Tuhan yang disampaikan-Nya melaluimu.
Oh, satu lagi yang saya yakini soal cinta. Cinta itu positif. Buat saya cinta itu menumbuhkan, bukan mematikan, bukan mengekang. Ya, saya sudah bilang bahwa seringkali saya malah jadi pesimis soal kamu, tapi selain itu... you are my growth booster. Kamu membuat saya menelurkan banyak cerpen dan puisi. Kamu membuat saya menginjak wilayah-wilayah gelap yang tadinya tidak pernah mau saya sambangi. Kamu membuat saya belajar hal-hal yang pada keadaan biasa luput dari mata saya. Kamu membuat saya melampaui apa yang saya pikir sebagai batas. Kamu...jiwa manis yang ajaib buat saya, Ruh.
Ruh, apakah kalau ini semua kamu tahu, akan ada bedanya? Positifkah, atau negatif? Mendekatkah kamu, atau malah kabur? Saya peneliti amatir yang terlalu takut untuk menguji hipotesis saya, Ruh.
Ah, Ruh, banyak yang mau saya sampaikan padamu. Tapi lidah saya kelu, jari-jari saya ngilu...
Jadi, sampai nanti, Ruh. Baik-baik kamu di sana. Istirahat yang banyak. Jaga kesehatan. Jangan sering-sering pulang malam. Hati-hatilah kamu ke manapun pergi. Jangan dekat-dekat sama perempuan lain, nanti saya cemburu lagi, hahaha.
Annyeong. Buona sera, Guten Abend, Wilujeng sonten. Konbanwa. Buenas noches. Bonne nuit. Tujuh bahasa nih, Ruh, ketawa lagi dong, hahaha.
Ps. Satu lagi mengenai cinta ya, Ruh.
Saya cuma mau bilang, saya setuju dengan Cherrybelle. Love is you. Cinta itu kamu.
Ya, kamu, Ruh.
dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia yang Baik dan Benar (karena kamu akan menganggap saya semacam grammar Nazi tiap saya pamer kesukaan saya mengamalkan panduan EYD)
Ruh,
Oy, halo. Atau mungkin saya harus menyapamu pakai bahasa lain, biar kamu makin ketawa-tawa. Annyeong. Guten Abend. Buona sera. Wilujeng sonten.
(Moga-moga kamu ketawa. Saya suka melihat kamu ketawa)
Sudah sejak lama saya mau menulis sesuatu buat kamu. Entahlah, sebuah puisi, mungkin. Atau cerpen. Atau sekadar tulisan yang sulit dikategorikan, yang sebagian besar isinya curhat terselubung. Jadi, inilah. Terserah kamu mau menganggapnya apa.
Kenapa saya ingin menulis buatmu, ya, Ruh? Toh kamu mungkin tidak pernah baca. Dan kalaupun baca, mungkin tidak mengerti. Kalaupun baca dan mengerti, mungkin kamu tidak sadar saya menulis ini buat siapa. Kalaupun baca, mengerti, dan sadar, masih ada kemungkinan kamu tidak suka.
Ah, negatif sekali. Buat saya cinta seharusnya positif, tapi ketika berhadapan denganmu, saya kembali mengkeret. Seperti sel dalam larutan hipertonik. Kenapa ya? Apa ini bukan cinta, Ruh?
Eh...tunggu. Cinta itu apa, Ruh?
Banyak teman bertanya apa itu cinta buat saya. Mereka pikir saya ini semacam ahli cinta kali ya, mentang-mentang puisi dan cerpen saya tentang cinta-cintaan. Padahal, ah, sama-sama juga bingungnya. Makanya jawaban saya atas pertanyaan itu jarang ajeg. Di sekali waktu, cinta itu A, di lain waktu, cinta itu B. Lainnya lagi, saya jawab dengan senyum-senyum dikulum dan balik bertanya, "Apaaa cobaaa?"
Salah satunya yang secara konsisten saya ocehkan tentang cinta, itu adalah mengenai kaitannya dengan evolusi. "Cinta itu mekanisme evolusi," kata saya, sok keren. "Dengan cinta, kamu bertahan. Orang yang dicintai jelas akan mendapat banyak keuntungan, karena yang mencintainya akan banyak berkorban baginya. Begitu juga orang yang mencintai akan mendapat suntikan kekuatan demi melindungi dan menyenangkan yang dicintainya." Lalu mereka manggut-manggut. Ah, Ruh, persona saya sebagai maniak biologi bisa juga buat jual ocehan random soal cinta dan evolusi ini.
Tapi, Ruh, ocehan itu ada seriusnya lho. Saya senang jadi bagian dari perjuangan kamu. Makanya tiap kali kamu minta bantuan, saya langsung mengiyakan di dalam (walaupun di luar tampaknya saya mikir, dan baru mengiyakan sepuluh menit kemudian). Tiap kali kamu bertanya, saya akan berusaha keras menjawabnya. Tiap kali saya tahu kamu membutuhkan sesuatu, saya merancang cara untuk memberimu itu. Ini simbiosis mutualisme lho, Ruh. Kamu senang, saya nyengir juga. Kamu terbantu, saya bahagia. Kadang-kadang saya pikir, "Eh, Ruh, tukeran dong," tapi mungkin sebenarnya kamu juga sedang membantu saya dengan cara yang tidak selalu saya sadari kan, ya. Bahkan bantuan kamu yang saya sadari banyak juga lho, Ruh. Saya nggak mau masuk neraka karena mengingkari nikmat Tuhan yang disampaikan-Nya melaluimu.
Oh, satu lagi yang saya yakini soal cinta. Cinta itu positif. Buat saya cinta itu menumbuhkan, bukan mematikan, bukan mengekang. Ya, saya sudah bilang bahwa seringkali saya malah jadi pesimis soal kamu, tapi selain itu... you are my growth booster. Kamu membuat saya menelurkan banyak cerpen dan puisi. Kamu membuat saya menginjak wilayah-wilayah gelap yang tadinya tidak pernah mau saya sambangi. Kamu membuat saya belajar hal-hal yang pada keadaan biasa luput dari mata saya. Kamu membuat saya melampaui apa yang saya pikir sebagai batas. Kamu...jiwa manis yang ajaib buat saya, Ruh.
Ruh, apakah kalau ini semua kamu tahu, akan ada bedanya? Positifkah, atau negatif? Mendekatkah kamu, atau malah kabur? Saya peneliti amatir yang terlalu takut untuk menguji hipotesis saya, Ruh.
Ah, Ruh, banyak yang mau saya sampaikan padamu. Tapi lidah saya kelu, jari-jari saya ngilu...
Jadi, sampai nanti, Ruh. Baik-baik kamu di sana. Istirahat yang banyak. Jaga kesehatan. Jangan sering-sering pulang malam. Hati-hatilah kamu ke manapun pergi. Jangan dekat-dekat sama perempuan lain, nanti saya cemburu lagi, hahaha.
Annyeong. Buona sera, Guten Abend, Wilujeng sonten. Konbanwa. Buenas noches. Bonne nuit. Tujuh bahasa nih, Ruh, ketawa lagi dong, hahaha.
Hochachtungsvoll,
Deine Vera
Ps. Satu lagi mengenai cinta ya, Ruh.
Saya cuma mau bilang, saya setuju dengan Cherrybelle. Love is you. Cinta itu kamu.
Ya, kamu, Ruh.
Comments
Post a Comment