Book for Breakfast : The Heike Story (and more about Taira no Kiyomori and the Heian Era)
My Rating : 3 from 5 stars
Awalnya saya pikir, apa yang mau saya ulas ya, saya pasti suka sama buku ini sih. Bagaimanapun ini kan
1. Karya Yoshikawa Eiji. I have been smitten by his work since I read an excerpt of Taiko in my junior high years. Seperti yang diterakan pada akhir buku ini, Yoshikawa's work is authentically Japanese. Yoshikawa Eiji tidak terpengaruh oleh literatur Barat, terutama penulis Rusia dan Perancis (beda sama Akutagawa Ryunosuke, misalnya. Prosper Merimee who? Polikouchka what? Jenis asyik yang beda dengan baca karya Yoshikawa).
2. It is about the beginning of Japanese Shogunate. Well, kejadian-kejadian yang mendahuluinya sih. Kisah Minamoto no Yoritomo (pendiri Kamakura Shogunate) diceritakan lebih lengkap pada 'Minamoto no Yoritomo', juga oleh Yoshikawa Eiji.
Saya selalu tertarik pada bagian yang berkaitan dengan sejarah Jepang yang ini. Semangat serta filosofi bushido menarik untuk dipelajari dan diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Selain itu, anekdot dan kebiasaan mereka yang borderline paranoid juga menarik untuk diingat dan diceritakan kembali. Tahukah kamu bahwa Uesugi Kenshin (salah satu daimyo terkenal pada masa Sengoku) dikabarkan meninggal karena ada ninja yang bersembunyi di lubang toiletnya dan menusuknya saat dia duduk? So he went to do his business and the sword stabbed his anus and he bleed to death. After reading this, you might want to double check before you sit on your toilet.
3. Tahun 2012, ada Taiga drama tentang Taira no Kiyomori which I so wanted to see but dramacrazy.net was shut down before the English-subbed version came out completely and my fangirling soul was utterly devastated. Bahkan kalaupun nggak suka-suka amat sejarah, deretan aktor/aktris pendukungnya menjanjikan performa yang menarik sekali. Secara pribadi, saya pengen nonton penampilan
Okada Masaki (left) as Minamoto no Yoritomo
Hiroshi dan Masaki menjadi ayah dan anak (OMG how could a fangirl be happier >,<). Yoritomo semasa kecil diperankan oleh Nakagawa Taishi, dan dari gambar-gambarnya aja sih dia cocok banget jadi Yoritomo. Tampak strong willed, pious, and delicate at the same time. Terus Kitamura Takumi yang memerankan Haru kecil di film Jyuryoku Pierrot juga main di sini, sebagai Kaisar Konoe.
Nakagawa Taishi sebagai Minamoto no Yoritomo kecil (source) |
Uhm. Karena posting ini diniatkan sebagai review buku (sort of), bukan area fangirling, baiknya kita berhenti di sini soal drama Taira no Kiyomori. Saya mungkin belum nonton (*sob*) dan untuk mendapatkan versi english-subbed-nya susah setengah mampus, but there's a really nice recap of this drama, especially the parts with Okada Masaki, which can be found here.
What this book is about
Buku ini bercerita tentang kemelut politik Jepang di masa Heian (tahun 784-1185). Pada masa itu kaum bangsawan, terutama yang berasal dari klan Fujiwara, menguasai Jepang. Putri-putri klan Fujiwara dinikahkan dengan keluarga kerajaan, sehingga penguasa Jepang memiliki darah Fujiwara. Demi kekuasaan, mereka tidak ragu menggusur kaisar yang bertahta dan menggantinya dengan pangeran lain yang berdarah Fujiwara, walaupun pangeran tersebut masih terlalu muda, dan dimanfaatkan untuk pemerintahan boneka. Sangat mungkin jika dalam waktu yang sama terdapat kaisar, kaisar kloister (kaisar yang memutuskan turun tahta untuk menjadi pendeta Buddha, namun pada kenyataannya tetap memegang kekuasaan), serta mantan kaisar yang semuanya masih memiliki pengaruh politik kuat.
Pertikaian lain terjadi dalam kalangan pemuka agama. Kuil-kuil saling berebut pengaruh, dengan kuil yang paling kuat berada di Gunung Hiei dan Nara. Biksu-biksu dipersenjatai dan mudah diprovokasi. Di sisi lain, kelas Samurai menjadi warga negara golongan kedua, di bawah kekuasaan golongan bangsawan.
Di Jepang yang seperti itulah Taira no Kiyomori (dalam buku disebut Heike Kiyomori , which is plain wrong, if you ask me) lahir. Terlepas dari masa kecilnya yang miskin papa dan asal-usulnya yang mengundang gunjingan, Taira no Kiyomori menjadi pemimpin kaum Heike dan membuat kaum Samurai menjadi golongan yang diperhitungkan. Untuk mencapai kejayaan itu, Taira no Kiyomori harus menghadapi Kaum Genji yang dipimpin oleh Minamoto no Yoshitomo, rivalnya, intrik-intrik politik, serta pertempuran-pertempuran yang mendebarkan. The Heike Story ini adalah penggambaran menarik mengenai peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Jepang, yang kemudian akan berujung pada terbentuknya keshogunan pertama, Keshogunan Kamakura.
The interesting point
Taira no Kiyomori adalah sosok yang penuh kontroversi. Ada masanya dia menantang biksu-biksu gunung Hiei dan dianggap melecehkan agama Buddha. Berbagai keputusannya tidak populer, misalnya saat dia memenggal sendiri kepala pamannya, Taira no Tadamasa. Beberapa sumber mengatakan bahwa dia begitu kejam sampai-sampai ketika dia meninggal, api kebenciannya membuat tubuhnya tidak dapat mendingin walaupun direndam dalam air. Dalam buku ini, Yoshikawa mengambil sudut pandang yang lebih simpatis, misalnya dengan menceritakan bahwa Taira no Kiyomori selalu gugup berlebihan saat bertemu dengan wanita dan melepaskan keluarga rubah yang hampir menjadi bahan baju berburunya.
Penggambaran Minamoto no Yoshitomo juga lebih simpatis. Sure, he had his share of evil deeds. Namun, Yoshitomo sangat mencintai anak-anaknya, juga selirnya, Tokiwa Gozen. Cinta antara Tokiwa dan Yoshitomo sangat...um... tidak biasa, menurut saya. Pada masa di mana istri diharapkan untuk turut lampus diri untuk menjaga kehormatan keluarga saat suaminya kalah, justru Yoshitomo meminta Tokiwa tetap bertahan, hidup bahagia demi anak-anak mereka.
All in all, the characters are not purely evil (except maybe Shinzei), they only has a twisted definition of justice and honor, sometimes. Who doesn't, anyway?
No, wild |
Tema utama dari buku ini, saya rasa, jika kekuasaan ditempatkan menjadi yang utama, kedamaian itu cuma fatamorgana. Dapat dilihat dari perseteruan golongan samurai, bangsawan, dan pemuka agama. Ayah mengasingkan anaknya, anak membunuh ayahnya, keponakan memenggal pamannya. Your head was never actually safe, even at the mercy of your own family (and your anus was never actually safe even in the privacy of your own toilet). Nggak heran kalau di masa itu para samurai jadi paranoid banget.
Dalam novel ini, maskulinitas dan femininitas seperti sengaja dibenturkan. Misalnya pada kata-kata Kiyomori saat mengomentari permintaan istrinya untuk menjaga Motomori, anak kedua mereka yang baru pertama kali terjun ke peperangan (FYI, Motomori was 17 at that time):
"Mereka, para wanita itu, tidak tahu betapa kejinya perang. Mereka tidak pernah melihatnya. Pertempuran pecah sepanjang waktu di wilayah Barat dan Timur, namun tidak pernah terjadi di sini sejak berabad-abad silam. Tidak seorang pun dari kalian mengetahui seperti apa perang yang sesungguhnya. Kalian baru akan mencicipinya untuk pertama kalinya, dan ini tidak akan mudah bagi siapa pun yang ada di sini." (hal. 229)Jelas bahwa Kiyomori mungkin menganggap rendah permintaan istrinya itu, yang dianggapnya pengecut. Wanita dianggapnya tidak mengerti soal perang karena mereka selalu aman di garis belakang, so ladies, please, just shut up and watch.
Meski tidak begitu kentara, Yoshikawa mengangkat juga mengenai penderitaan wanita dalam peperangan. Takdirnya menunggu, sementara ayah, suami, dan anak-anak mereka terjun ke medan perang, membela kehormatan atau apalah, alasan-alasan yang secara gamblang digambarkan Yoshikawa sebagai tidak terlalu penting bagi mereka. Orang-orang yang mereka cintai terkadang pulang tinggal nama atau tinggal kepala, entah mana yang lebih baik. Dan setelah itu, mereka diharapkan untuk bunuh diri, kalau bisa bersama anak-anak mereka, untuk menghindari jadi tawanan. Dan ini dianggap sebagai tidak mengerti penderitaan perang, how? Please. Perang tidak hanya memengaruhi mereka yang maju ke medan pertempuran, namun juga mereka yang menunggu. Berhubung Yoshikawa menulis kisah ini pada era Perang Pasifik, mungkin bagian ini diangkat secara sengaja untuk menggambarkan penderitaan perang secara keseluruhan
Menarik juga bahwa menjelang akhir cerita, Kiyomori dibuat menyadari bahwa kekuatan wanita justru dapat terlihat dari kasih sayang dan ketabahannya.
Why the 3-stars?
- About the naming. Heike Kiyomori, Genji Yoshitomo...serius nih? Setahu saya, 'Heike' dan 'Genji' itu digunakan untuk menyebut klan masing-masing secara keseluruhan. Nama keluarga mereka 'Taira' dan 'Minamoto', jadi seharusnya ditulis Taira no Kiyomori, Minamoto no Yoshitomo, dan sebagainya. Kalau saya baca ini dalam versi Word, saya pasti udah pencet Ctrl+F terus Replace 'Heike' with 'Taira no'. Naluri editor membahana. Hahaha.
- About the simplified translation. Menurut penjelasan di belakang, buku ini telah disederhanakan agar dapat dinikmati oleh pembaca non-Jepang. Saya nggak tahu, mungkin buku ini juga diterjemahkan dari versi Inggrisnya. Hasilnya, buku ini memang bahasanya lebih mudah dicerna daripada karya Yoshikawa yang lain, misalnya Musashi. Namun sebagai pembaca yang justru lebih suka memeras otak asal dapat menikmati suasana autentik Jepang, kebijakan ini sangat saya sesalkan. Misalnya pada hal 273:
Kepada Yoshitomo dianugerahkan, kata banyak orang, hadiah yang terbesar, yaitu jabatan sebagai Juru Kunci Istal Kekaisaran, sebuah jabatan yang belum pernah terdengar di kalangan Samurai. Bagaimanapun, sebagian orang percaya bahwa Kiyomori-lah yang menerima hadiah terbesar. Jabatan Gubernur di Provinsi Harima dan gelar Tuan Harima...Setelah baca ini, saya mikir Yoshitomo kerjanya jagain kuda sementara Kiyomori jadi gubernur. Nggak seimbang banget, padahal mungkin maksudnya nggak begitu. Saya curiga ini semua gara-gara penerjemahan yang disederhanakan itu. Kayaknya lebih asyik kalau istilah-istilah bahasa Jepangnya aja yang diterakan sementara di bawah ada footnote yang menjelaskan, maksudnya jabatan itu apa. Oh, sepanjang pembacaan buku ini, sungguh saya mendamba footnote semacam itu.
Selain itu, saat diceritakan bahwa pemberontakan terhadap penasihat Shinzei direncanakan dengan kedok latihan sepakbola. Terus secara random keingetan ini:
Tsunemune FC versus Shinzei FC! TENDANGAN HALILINTAR! *Tsubasa menendang* *Flashback masa lalu* *bola masuk gawang, net gawang putus, bola masih muter bahkan setelah nabrak dinding stadion* |
- About the TYPO. Saya sampai membaca dengan pulpen di tangan, siap sedia mencoret huruf yang salah atau berlebih. Terkadang fatal karena terkait nama tokoh. Plus banyaknya nama-nama yang bermunculan, ini bisa jadi sangat membingungkan. Misalnya di bab 30-sekian baru muncul tokoh Yoshihiro, terus jadi bingung Yoshihiro ini siapa? Dari klan mana? Kenapa dia tiba-tiba melakukan hal ini? Akhirnya skimming untuk mencari nama Yoshihiro di halaman-halaman sebelumnya (and doing that in a 750-pages book is no easy feat). Setelah kebingungan dan membaca bab itu pelan-pelan, ternyata yang dimaksud adalah Minamoto no Yoshihira, anak sulung Minamoto no Yoshitomo. Zzzz banget. Hati-hati aja, sebab hal semacam ini tak hanya terjadi sekali. Untungnya sih, buku yang saya pegang ini baru cetakan pertama, jadi masih ada kemungkinan besar untuk diperbaiki pada cetakan selanjutnya
- About the lost part Menurut catatan di belakang buku ini, Yoshikawa Eiji tidak sempat menyelesaikan buku ini, namun dua pertiga bagian yang sudah ada dianggap sudah memadai untuk diterbitkan. Mungkin karena itu juga saya tidak membaca tentang putri keluarga Takashina yang dinikahi Kiyomori sebelum Tokiko. Mungkin juga itu licentia poetica.
Vera's tips on how to enjoy this book more
- As impossible as it may seems, read this book in few sittings. Interval antara pembacaan satu dan yang lainnya jangan terlalu lama. Kalau tidak, mungkin kamu akan mendapati nama suatu tokoh di bab 40-an yang kamu lupa banget itu siapa, karena terakhir dia muncul di bab belasan. Beberapa orang memilih skimming untuk mengingat kembali tokoh itu siapa, sementara beberapa orang memilih untuk bodo amat dan melanjutkan membaca. Keduanya merupakan pilihan yang amat menyebalkan dan mengganggu kenikmatan membaca secara keseluruhan.
- The genealogy chart on the front pages is your ultimate friend. Peta silsilah di halaman-halaman depan sangat berguna untuk mengingat hubungan antartokoh.
- Kalau bisa beli cetakan kedua dan selanjutnya aja. Semoga typo dan kesalahan di cetakan pertama sudah dibetulkan
- Watch the drama first. Hahaha
Conclusion
Tidak hanya bertebar pertempuran yang membuat berdebar, buku ini juga bercerita tentang cinta, belas kasihan, dan usaha memaafkan (walau, ya itu, porsi pertempuran lebih besar). It's a nice bedside reading, overall. Recommended for those who interested in Japanese history, especially Heian era.
For bonus, hereby I present you the first part of the drama. I must warn you, though, this drama spans for about 50 episode. The next parts can be found in video suggestion
Low quality, I know. Haven't yet found better version, gotta update it when I have. BUT THERE IS OKADA MASAKI IN HEIAN PERIOD OUTFIT OMG I THINK I WILL FAINT
Comments
Post a Comment