The Road Not Taken
The Road Not Taken
Two roads diverged on a yellow wood
And sorry I couldn't travel both
And be one traveler, long I stood
And look down as far as I could
To where it bent in the undergrowth
Then took the other, as just as fair
and having perhaps the better claim
Because it was grassy and wanted wear
Though as for that the passing there
Had worn them really about the same
And both that morning equally lay
In leaves no step had trodden black
Oh, I marked the first for another day!
Yet knowing how way leads on to way
I doubted if I should ever come back
I shall be telling this with a sigh
Somewhere ages and ages hence
Two roads diverged in a wood, and I--
I took the one less traveled by
And that has made all the difference
A poem by Robert Frost
Memang puisi Robert Frost ini cukup mudah dimengerti ya. Seorang pengembara menghadapi percabangan jalan, dan dia hanya dapat memilih salah satu. Beberapa lama dia mempertimbangkan baik-buruk masing-masing, namun ternyata tidak jauh bedanya. Akhirnya dia memilih the road less traveled, satu jalan yang lebih jarang dilewati.
Terlihat dari bait di atas bahwa sang pengembara dalam puisi di atas tidak merasa bahwa pilihannya adalah sesuatu yang baik secara absolut. Masih ada kemungkinan di masa depan dia mengesah, berandai-andai, "bagaimana jika saya mengambil jalan yang satunya lagi". Namun dia telah memilih, dia tahu apa yang terjadi pada dirinya adalah hasil pilihannya, dan dia menerima itu. Itu yang penting.
Terima kasih Robert Frost, karena puisi Anda telah bikin saya memikirkan hal ini. Terima kasih juga Nicholas Mazza, karena buku Anda mengenalkan saya pada puisi ini :)
P.s.
Untuk lebih banyak informasi mengenai terapi puisi, kamu bisa mengunjungi situs National Association of Poetry Therapy.
Robert Frost (1874-1963) source |
Saya pertama kali membaca puisi ini bukan di sebuah buku/situs puisi. Pun bukan saat saya sengaja mencari sesuatu yang "nyastra" untuk dibaca. Saya membacanya dari buku Poetry Therapy : Theory and Practice oleh Nicholas Mazza, Saya masih ingat, saat itu adalah sebuah hari tahun 2010, saya masih mahasiswa tingkat dua, masih merasa berdosa banget kalau bolos kuliah. Dan hari itu saya bolos kuliah untuk suatu alasan yang sulit dijelaskan -,- hahaha. Supaya waktu saya nggak terbuang untuk hal-hal yang tidak berguna, saya pun pergi ke perpustakaan. Terus baca buku ini deh.
(Perhatikan kalimat di atas. "Supaya waktu saya nggak terbuang untuk hal-hal yang tidak berguna." Pernah juga tuh kamu mikir kayak gitu Ver, belajar dari diri kamu di masa lalu kenapa sih -,-)
Nicholas Mazza memasukkan puisi ini dalam daftar salah satu "introductory poem" yang bisa dibacakan pada awal sesi terapi puisi bertema pengambilan keputusan. Tujuannya adalah untuk mengundang reaksi dari partisipan. Jadi misalnya ada orang nggak bisa menentukan mau kerja, nikah, atau melanjutkan sekolah, akhirnya dia malah nggak melakukan apa-apa saking parah galaunya. Kalau dia ikut terapi puisi, puisi ini akan dibacakan, terus si partisipan akan berkomentar...pokoknya bereaksi terhadap puisi ini. Reaksi ini akan diolah pada sesi-sesi selanjutnya.
(Perhatikan kalimat di atas. "Supaya waktu saya nggak terbuang untuk hal-hal yang tidak berguna." Pernah juga tuh kamu mikir kayak gitu Ver, belajar dari diri kamu di masa lalu kenapa sih -,-)
Nicholas Mazza memasukkan puisi ini dalam daftar salah satu "introductory poem" yang bisa dibacakan pada awal sesi terapi puisi bertema pengambilan keputusan. Tujuannya adalah untuk mengundang reaksi dari partisipan. Jadi misalnya ada orang nggak bisa menentukan mau kerja, nikah, atau melanjutkan sekolah, akhirnya dia malah nggak melakukan apa-apa saking parah galaunya. Kalau dia ikut terapi puisi, puisi ini akan dibacakan, terus si partisipan akan berkomentar...pokoknya bereaksi terhadap puisi ini. Reaksi ini akan diolah pada sesi-sesi selanjutnya.
Memang puisi Robert Frost ini cukup mudah dimengerti ya. Seorang pengembara menghadapi percabangan jalan, dan dia hanya dapat memilih salah satu. Beberapa lama dia mempertimbangkan baik-buruk masing-masing, namun ternyata tidak jauh bedanya. Akhirnya dia memilih the road less traveled, satu jalan yang lebih jarang dilewati.
I shall be telling this with a sighSomewhere ages and ages henceTwo roads diverged in a wood, and I--I took the one less traveled byAnd that has made all the difference
Terlihat dari bait di atas bahwa sang pengembara dalam puisi di atas tidak merasa bahwa pilihannya adalah sesuatu yang baik secara absolut. Masih ada kemungkinan di masa depan dia mengesah, berandai-andai, "bagaimana jika saya mengambil jalan yang satunya lagi". Namun dia telah memilih, dia tahu apa yang terjadi pada dirinya adalah hasil pilihannya, dan dia menerima itu. Itu yang penting.
Hidup itu pilihan, itu sebuah adagium yang pasti kita semua pernah dengar. Pilihan, tidak jarang merupakan sesuatu yang sulit. Bahkan setelah kamu mendaftar segala kelebihan dan kekurangan masing-masing pilihan, kadang-kadang tetap aja milihnya sulit. Huaaah...milih mau makan apa siang ini aja kadang ribet, apa lagi jalan hidup.
Nah, kamu mau apa, Vera? Hahaha.
Terima kasih Robert Frost, karena puisi Anda telah bikin saya memikirkan hal ini. Terima kasih juga Nicholas Mazza, karena buku Anda mengenalkan saya pada puisi ini :)
Liebe Grusse,
Vera
P.s.
Untuk lebih banyak informasi mengenai terapi puisi, kamu bisa mengunjungi situs National Association of Poetry Therapy.
Apakah kamu tahu bahwa psikologi berkaitan dengan hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk seni? Untuk lebih banyak informasi mengenai psikologi dan seni, kamu bisa mengunjungi APA page for Society for the Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts. Saya rasa saya juga mau jadi anggota ini pada suatu saat, haha. Eh, orang Indonesia bisa nggak sih? Harus ngecek persyaratannya ini mah :)
Comments
Post a Comment