Book for Breakfast : The Adventures of Elizabeth in Ruegen
Elizabeth von Arnim? Siapa sih? Penulis? Nulis buku apa? Kok aku nggak pernah denger ya?
Elizabeth von Arnim (source from here). A demure picture (probably because of the ancient camera), but inside her there was a charming imagination and witty sense of humor |
Saya pun menemukan karyanya nggak sengaja, gara-gara buka-buka rekomendasi buku di Goodreads. Katanya, berdasarkan buku-buku yang selama ini saya baca, kemungkinan saya bakal suka buku ini : Vera, by Elizabeth von Arnim. Gila, tau aja goodreads kalau saya rada narsis, hehe. Maka saya pun mencari buku tersebut (versi ebook LEGAL dapat diunduh di sini) dan akhirnya berkenalan dengan Elizabeth von Arnim.
Karya-karya Von Arnim pada umumnya bercerita mengenai kehidupan wanita kelas menengah ke atas. Karakter utamanya biasanya introvert, flegmatis, kadang-kadang bordering sociophobe. Humor-humornya cerdas, ringan, tapi kadang sarkastis. Dia tidak menyampaikan pesan feminisme nan militan dan berapi-api, namun secara halus karyanya menggambarkan bahwa wanita punya hak untuk mengendalikan kehidupannya dan mengejar kebahagiaannya sendiri (although definition of happiness may vary). Saat membuat narasi, dia terkadang menekankan detail yang sekilas nggak penting dibandingkan peristiwa intinya. I have this funny impression that young Elizabeth Von Arnim might look and think a bit like Luna Lovegood.
You know...a bit like this (source : here) |
For me, Von Arnim's work is the epitome of comfort read. Baru baca sedikit bukunya, tapi sudah merasa sobatan banget. Dia lahir seabad lebih awal daripada saya, tapi rasanya kami seperti sudah berbagi banyak pengalaman. Fix banget salah satu penulis favorit.
Picture source and free e-book could be found here |
The Adventure of Elizabeth in Ruegen
Rating 4 from 5 stars
The Adventures of Elizabeth in Ruegen merupakan novel semibiografis Von Arnim. Narasi yang disampaikan oleh orang pertama mirip dengan novel semibiografisnya yang lain, misalnya Elizabeth and Her German Garden dan The Solitary Summer. Meskipun begitu, novel-novel ini bukan seri, jadi bisa dinikmati secara terpisah.
Terlepas dari kata 'Adventure' pada judulnya, jangan harap akan ada petualangan mendebarkan semacam The Lord of The Rings atau The Hunger Games. Novel ini justru menceritakan sesuatu yang sangat 'sehari-hari': tamasya Elizabeth ke Pulau Ruegen selama sebelas hari. Kenapa disebut adventure, kalau begitu? Yah, pada awal abad 20, saat buku ini ditulis, sangat tidak umum bagi seorang wanita, apa lagi dengan status bangsawan seperti Elizabeth, untuk bepergian tanpa disertai keluarganya. Padahal Elizabeth nggak sendirian juga sih, dia ditemani seorang pembantu, kusir kereta kuda, dan dua kuda milik keluarganya. Namun 'kesendirian' Elizabeth tetap mengundang kerutan kening bagi orang-orang yang ia temui dalam perjalanan.
Peta Pulau Ruegen, Negara Bagian Mecklenburg - Pomerania Barat, Jerman (source : here) |
Hearest thou the name of Ruegen, so doth a wondrous spell come over thee. Before thine eyes it rises as a dream of far-away, beauteous fairylands. Images and figures of long ago beckon thee across to the marvelous places where in grey prehistoric times they dwelt, and on which they have left shadow of their presence. And in thee stirs a mighty desire to wander over the glorious, legend-surrounded island...
Salah satu pantai di Ruegen (source : here) |
Elizabeth adalah jenis wanita yang imajinatif dan penyendiri. Her best friend is herself and nature. Dalam buku ini, dia menyatakan berkali-kali bahwa dia hanya ingin menjalani liburannya dengan tenang, sendirian. But as much as I can relate to her being an introvert, reading her musing about random things alone would be quite boring. So, much to her chagrin, Elizabeth is forced to interact with several characters :
- Brosy Harvey-Browne, seorang pemuda Inggris yang kayaknya germanophile. Sangat sopan dan mudah bergaul. Fans berat Profesor Nieberlein. Sepanjang cerita sibuk berinteraksi dengan penduduk lokal dan mencegah ibunya berantem dengan teman-teman seperjalanan.
- Mrs. Harvey-Browne. Ibu Brosy, istri uskup dari Babbacombe. Memandang Inggris unggul dari Jerman dalam semua aspek, kecuali Jerman memiliki Profesor Nieberlein dan Inggris tidak. Sepanjang cerita sibuk mencela kebiasaan orang Jerman dan menyindir teman seperjalanan.
- Charlotte Nieberlein, sepupu Elizabeth, seorang wanita yang cerdas dan feminis. Dia menikah dengan Profesor Nieberlein karena kagum atas pemikiran profesor tersebut, namun kemudian kecewa karena merasa tidak dihargai kapasitas intelektualnya. Ada yang berspekulasi tokoh ini terinspirasi oleh Katherine Mansfield, sepupu Von Arnim yang juga penulis dan feminis. Sepanjang cerita sibuk ceramah tentang kesetaraan gender dan kabur dari suaminya
- Prof. Bernhard Nieberlein. Jenius, tapi random-nya melebihi Elizabeth. Sangat mudah lupa dan teralihkan perhatiannya. Cenderung gombal dan menganggap istrinya anak kecil yang manis. Sepanjang cerita sibuk mengingat-ingat tujuan utamanya datang ke Ruegen dan mengejar istrinya
Koenigsstuhl, Ruegen (source : here) |
Di akhir cerita, Elizabeth meminta maaf karena dia jadi melupakan calon-calon pelancong yang tadinya menjadi target travel guide-nya. Dia bilang, travel guide-nya mungkin sedikit gunanya, well, it has little use for us 100 years later, anyway. Namun dia menyimpulkan pengalamannya sebagai berikut:
- The best inn was at WiekMengingat ini Elizabeth, tentu saja alasannya menyebut tempat-tempat di atas tidak semata-mata karena pemandangan alam dan daya tarik wisatanya, hahaha.
- I was happiest at Lauterbach and Wiek
- I was most wretched at Goehren
- The cheapest place was Thiessow
- The dearest place was Stubbenkammer
- The most beautiful place was Hiddensee.
Wiek Port, Ruegen. The place with the best inn and happiest circumstances according to Elizabeth von Arnim (source : here) |
Sedih rasanya Elizabeth von Arnim baru dikenal sedikit orang sampai saat ini. She's like a dear friend to me already, and I hope she will be your friend, too. Especially if you are an introvert
A lighthouse in Hiddensee, the most beautiful place according to Elizabeth von Arnim (source : here). Lovely indeed! Just imagine lying and daydreaming there.... |
*dreamy eyes*
Comments
Post a Comment