Tujuh Bulan Lewat : KKNM Sukatani Januari-Februari 2013

Pesan sponsor : Kunjungi juga blog KKNM Desa Sukatani Januari-Februari 2013 (yang sebagian besaaaar banget diurusin oleh Andre. Terima kasih Andre :))


Akhir-akhir ini saya sering ditanya sama junior-junior saya, "Kak, kalau KKN enaknya di mana ya?"

Sudah mulai ya, gegalauan pilih tempat KKN? Saya jadi ingat, tahun lalu, saya ada di posisi itu. Nggak galau sih, lebih cenderung ke nggak peduli. Teman-teman dekat saya sampai lupa kalau saya juga bakal KKN pada Januari 2013, soalnya saya nggak menunjukkan bahwa saya memikirkan itu sama sekali. Gimana ya, sebagai koor acara Training Pengembangan Diri Fapsi 2012 (asik) dan sibuk sama laporan praktikum segala macam, galau KKN nggak punya tempat di otak saya. Well, ada sih, setitik, di pojok, nyelip di bawah sofa, silakan dicari sendiri ya, makasih.


Lagipula kan sudah ada teman-teman yang janjian bakal KKN bareng (Tifa dan Ufi). Jadi ya, biarkan mereka yang memilih. Saya sih ikut aja. Mau di tempat yang dekat sama kota, alhamdulillah. Mau di tempat yang sebenar-benarnya desa, boleh. Saya nggak rewel...oke, rewel sih, tapi saya bisa kok rewel dalam hati.


Pada titik ini, saya biasanya jadi kebanyakan nostalgia, sampai-sampai saya lupa menjawab pertanyaan junior saya. Mereka akan menyenggol saya sedikit, bertanya dengan nada suara sedikit cemas, "Kak? Di mana, Kak?"


Sering kali saya menempatkan diri pada modus konseling, melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang akan membantu junior saya memilih sendiri jenis desa yang terbaik buatnya. Namun tidak jarang juga saya langsung menjawab sesuai pendapat subjektif saya...


"Sukatani, my dear, Sukatani."


-000-

What's so good about living in Sukatani?

1. The friends

Biarkan saya memperkenalkan teman-teman setempat KKN saya. Pakai nama lengkap, biar kalau mereka iseng masukin nama mereka ke search engine, mereka bakal nemu blog saya. Hahaha.

Crystal Green (Green), Ni Made Prastiti Wiguna (Made), Dahlia Gina Rahayu (Lia), Hanifah Nadhirah (Fani), Kamil Budiman (Kamil), Jamel Pradanang (Jamel), Andre Febrima J.S. (Andre), Enden Muhaerani (Enden), Syifa Fauziyah (Syifa/Madam), Nurainy Kusumawati (Rheny), Putri Tria Santari (Putri/Iput), Annisa Nur Safitri (Ica/Princess--pengennya), Muhammad Andhika Pamungkas (Dhika), Intan Tiara Lestari (Intan kecil/Intan kacamata), Rupmaria Silalahi (Up), Latifa Nurhidayati (Tifa), Luthfia Dinana (Ufi), Surya Hadiansyah (Surya), Aditya Amran (Bang Adit), Intan Pravinta Andyani (Intan gede) 


Pada hari pemberangkatan KKN, saya baru bertemu sebagian besar dari mereka sekali. Iya sih, pertemuan pra-KKN sebenarnya banyak, tapi saya sering nggak ikut karena berbagai alasan. Akhirnya saat bertemu mereka, saya susah payah menyembunyikan muka bego; ngangguk-ngangguk, sok ngerti, sok kenal, sampai saya bisa hafal nama dan muka mereka semua, hahaha.


Di balai desa Sukatani, one of our photos upon arrival. Pada saat ini saya masih berjuang mengingat nama mereka, entah deh mereka sadar atau nggak, haha

Kalau ditanya, "Apa sih bagian terbaik dari ikut KKN di Sukatani?" Jawabannya, ya, mereka ini. Saya kasihan kalau ada junior yang bertanya soal resep bikin KKN jadi rame...soalnya mereka nggak bakal bisa KKN bareng teman-teman saya ini (nggak ada yang ngulang kan ya? Semuanya dapat nilai A kan ya? Oke sip)

Di awal KKN, semuanya masih malu-malu kucing. Pada permainan rolling paper yang kami gelar, kesan dan pesan yang ditulis masih standar. Ambil contoh di kertas saya. Baik. Care. Perhatian. Baik. Baik. Setelah satu bulan, yang demikian berganti jadi Alarmnya nyeremin, ganti sih! Vera kalau lagi diem horror, tatapannya aneh, serem. Hobi : jatuh dan cari sinyal. Betapa menggambarkan pemahaman yang mendalam terhadap karakter saya :') Selain saya, kertas milik Up juga lebih banyak menampung kata 'jutek' dan 'galak', Kertas Bang Adit banyak menampung kata 'woles'. Kertas Dhika banyak menampung kata 'Pak Iya'.  Alhamdulillah, di kertas saya ada juga yang nulis calon istri dan ibu yang baik. Aamiin :') Hehe.

Dua puluh satu kepala dipaksa tinggal di satu rumah, pastinya akan terjadi interaksi yang menarik ya. Saya sih cukup menikmati mengobservasi lepas dan menemukan karakter-karakter unik seperti ini :
  • Cewek yang di awal kayaknya manis, penurut, pendiam...ternyata manja dan obsesi jadi Princess. Manis juga sih buat saya, cuma mungkin nggak dalam cara yang saya kira awalnya, hehe.
  • Cewek yang di luar kayaknya galak. Quite hard to approach. Ternyata hangat dan bisa diajak ngobrol apa saja. Walau suka tiba-tiba random, bercanda nggak ngerti...haha.
  • Cowok yang kelihatannya gahar, tapi kecipratan genangan air sedikit langsung muntah-muntah.
  • Cowok yang kelihatannya kalem, alim, tapi kalau malam menyepi untuk nonton video SNSD.
  • Cewek yang di awal tampak hanya peduli sama video Korea, namun ke belakang ternyata anaknya perhatian dan ingin menguasai berbagai kesenian nusantara 
  • Cewek yang di awal kesannya standar; manis, imut, ramah. Ternyata golongan darahnya sama kayak saya, dan banyak kesamaan di antara kita. Suka baca buku. Naksir Cliff di Harvest Moon.
Saya punya satu playlist di handphone, berisi lagu-lagu yang mewakili masing-masing mereka. Entah karena saya pernah nyanyi (atau cover dance) lagu itu bersama mereka, saya tahu mereka suka lagu itu, atau karena lagu itu bikin saya inget mereka aja. Kadang-kadang playlist itu saya dengarkan (seperti sekarang. I Don't Care by 2ne1...guess whose song is it? hahaha) dan langsung deh ya, kangen membahana.

one of our cultural projects...and silliness ensues...

Kalau disuruh memilih kata apa yang paling mewakili teman-teman KKN di Sukatani, itu adalah WOLES. Kata ini sering banget digunakan, terutama oleh Bang Adit, Surya, Intan, Dhika, Lia, Fani...ah, heck, kayaknya oleh semuanya deh...walau juaranya tetap Bang Adit. Saking wolesnya, kalau ada program kerja jam 10, biasanya ada orang-orang tertentu yang baru bangun jam segitu juga...secara efektif menunda rencana kegiatan kita sampai sekitar dua jam kemudian. Everything planned at the spur of the moment. Saya memang bukan orang paling rapi-dan-penuh-perhitungan sedunia tapi hal ini sempat bikin kepala mendidih juga. Gimana biar nggak marah-marah sendiri? Balik lagi ke kata itu, ya, woles aja deh Ver.

Sekarang saya jadi kewolesan nih, gimana dong? hahaha.

2. The Scenery

Sukatani sungguh sangat kaya akan panorama indah khas pedesaan. Keluar rumah, belok kanan, langsung ada kolam teratai, jalan setapak, dan sawah berundak-undak. Melihat itu, reaksinya benar-benar kayak anak kota sedang pelesiran, padahal sampai SMP saya tinggal di dekat sawah juga sih -,-. Nggak apa-apa ya, semuanya terasa lebih menyenangkan kalau dinikmati dengan antusiasme kan. 

Tifa, rekan bangun pagi. Pose ini harus banget banget dipasang! hahaha
Buat saya, waktu paling enak untuk menikmati panorama Sukatani adalah pada pagi hari. Meninggalkan teman-teman yang masih pulas dan sebagian yang masih rebutan mandi. Sekalian beli bubur dan pencitraan ke tetangga, mahasiswa KKN juga sebenarnya bangunnya pagi lho, Pak, Bu. Biasanya saya bareng sama Tifa, kadang juga sama Ufi, Syifa, Made, dan Green. Tapi biasanya sih yang suka foto-foto kalau lagi bareng sama Tifa, hehe.
Setelah melihat matahari terbit di jembatan perbatasan Garut Tasik :)
Subuh-subuh mau foto berdua berlatar pemandangan. Pemandangannya malah nggak keliatan dong ya, anak pintar -,-

Sawah Sukatani
Luluncatan di Kebun Teh Dayeuhmanggung
Lapangan di dekat SD Dayeuhmanggung

3. The Children and Neighbours
Hey yo, kiddo!
Walaupun kami pendatang yang suka bikin ribut, penduduk sekitar cukup menerima kami dengan tangan terbuka. Tetangga-tetangga suka ngirim makanan, terutama ibu dan neneknya Bayu (sumpah sampai sekarang nggak tahu siapa nama asli kedua ibu baik hati ini lah). Mau-mau juga kalau kami minjem perkakas dapur. Pak Cecep, Kepala Desa, juga suportif banget sama kami. Sempat mau ngenalin kami ke seantero desa melalui sebuah acara pengajian di RW 09 (Fyi, letaknya di atas gunung banget), yang terlambat kami datangi gara-gara serangkaian ketololan. Gimana nggak, pas kami akhirnya mendekati mesjid tempat pengajian tersebut diadakan, orang-orang justru berada dalam perjalanan pulang. Kami nyampe mesjid, cuma sempet numpang makan sambil malu. Terus malah ke Mal Garut dan karaokean untuk menghilangkan perasaan malu tersebut (alasan!)

Pas diajakin ke Gunung Satriya sama anak-anak.
Nggak semua ikut karena sebagian belum bangun dan sebagian males gerak, hehe.
 Anak-anak memenuhi rumah kami tiap sore, minta diajarin/dibantu ngerjain PR... walau ke belakangnya sih nggak belajar-belajar amat ya. Kadang main kartu, kadang main nggak-tahu-apa-nggak-jelas, dan nanggap Surya serta Bang Adit sulap-sulapan. Kadang juga kami kecapekan sendiri dan minta anak-anak itu datang lain kali. Walau begitu, nggak ada berhentinya deh mereka ngajakin kami ke mana-mana. Di antaranya ke Gunung Satriya (sebuah bukit di yang hampir seluruhnya jadi wilayah perkebunan teh) dan 'Villa' (baca: Pila) Pak Kades di dekatnya.

Bicara soal anak-anak di sekitar rumah, nggak afdhol kayaknya kalau nggak ngomongin Epul. Nama lengkapnya Rohmat Saepulloh (ejaannya kurang lebih begitulah). Dia yang paling suka bantuin kita dalam berbagai macam hal. Mulai dari nganterin kita ke Kampung Patrol saat mau nonton Bangreng (more about that later) sampai ngundang kita ke rumahnya untuk pesta ayam bakar. Baik banget :")

Ah, jadi mikirin...mereka lancar nggak ya ngerjain PR-nya? Terutama matematika. Beberapa dari mereka perlu ditutor matematika. Masih suka kepikiran itu sampai sekarang.

Nih foto langka Epul (bersama Iput). Langka, soalnya Epul suka ngambek-ngambek kalau difoto. Seandainya terfoto pun posenya menyilangkan lengan di depan wajah, nggak tahu deh maksudnya apa.
After Farewell Party. Ikut dipotret juga Bapak Kepala Desa dan Ketua BPD
Ica dan Tifa bersama anak-anak SD Sukatani IV
Anak-anak SD IV sehabis pulang sekolah

4. The Bathroom
My favourite room in our little house. LOL LOL.
Ini mungkin aneh, tapi ruangan yang paling bagus di rumah, menurut saya adalah kamar mandi. Yah, paling nggak, sebelum bak cuci mampet dan semua kegiatan cuci piring harus dilakukan di sini juga ya. Dan sebelum keran menjadi pijakan para cowok saat mengganti bohlam, sehingga keran tersebut lepas dan membutuhkan teknik khusus untuk menggunakannya.

Hidup berduapuluhsatu dalam satu rumah, ada cowoknya pula, merupakan tantangan khusus buat para jilbaber. Kamar mandi adalah satu dari sedikit bagian rumah di mana kami bisa nyaman buka jilbab. Full privacy guaranteed in our little cramped house. Selain itu, kamar mandi menjadi pusat perhatian kami di pagi hari. Semakin pagi anda bangun, semakin lama waktu yang bisa anda habiskan dengan nyaman di dalamnya. Saya sendiri alhamdulillah cukup sering menggunakannya pagi-pagi buta. Sempat wudhu, masak air (I can't live without warm water!), nyuci pakaian, serta mandi dengan durasi satu kali lagu Beethoven's Moonlight Sonata. Biasanya mulai jam enam, antrian mulai panjang, sampai diperlukan sebuah kertas untuk ngetag urutan mandi, juga penjaga WC untuk memastikan urutan tersebut dipenuhi (biasanya Ufi dan Tifa).

5. The Ideal Distance from...Everywhere
...kecuali RW 8, SD IV, Rumah Pak Iya, dan Perkebunan Teh Dayeuhmanggung ya, makasih.

Desa Sukatani memang terletak di perbatasan Garut-Tasik, terhitung sepi juga. Namun jika teman-teman saya yang KKN bulan Juni banyak mengeluhkan betapa jauhnya mereka dari minimarket sekalipun, permasalahan itu tidak kami temukan. Alfamart terdekat (yang entah mengapa selalu mengumandangkan lagu Noah/Peterpan saat datang ke sana), di Desa Pasanggrahan, bisa dijangkau dengan ongkos Rp 2000 saja. Keluar dari gang, langsung disambut restoran Saung Bambu. Pasar juga dekat, memungkinkan Chef-Chef Sukatani (utamanya Lia dan Fani, kadang direcoki dibantu oleh Ica, Jamel, dan yang lainnya) memasak makanan yang cukup beragam kalau sedang bosen sama makanan Saung Bambu. Bahkan Mal Garut bisa dicapai dengan mudah! Saking mudahnya, ada mungkin kita 20x bolak-balik ke sana. Serasa nggak KKN aja, masih bisa makan di KFC, Pizza Hut, Solaria, belanja di Robinson Dept Store...dan ngumpulin tiket Zone 2000 (semacam Timezone. Udah setengah mati main games dan DDR, tetap aja paling banter tiketnya cuma bisa ditukar sama permen). Hahaha.

Satu lagi yang jauh dari Sukatani, ya, toko buku! Sampai akhir KKN, saya nggak menemukan toko buku di Garut selain Tisera dengan koleksi menyedihkan di hadapan Mal Garut. Kasihan orang Garut.

Apparently, Mal Garut makes Sukatani boys rather...err...hyperreactive

6. The Games and 'Bobodoan' 
Selama di Sukatani, kayaknya banyak banget permainan yang dimainkan. Malam hari adalah waktunya main kartu buat para cowok plus Enden dan Ica. Nama permainannya apa, lupa deh. Pernah diajarin tapi karena sudah kemalaman, sleeping bag saya lebih menggoda...hehe

Pernah iseng ikut main poker bareng sama Kamil, Jamel, dan Dhika, dan sempat menang juga, setelah satu game main dengan bodohnya karena masih nginget-nginget gimana peraturannya. Terus yang kalah mukanya harus dilabur bedak. Harusnya ada yang motret pas cowok-cowok itu belepotan nih ah, kecewa, hahaha.


Permainan yang digemari lainnya adalah Eat Bulaga. Berisik deh pas main ini. "IYA IYA IYA, TIDAK TIDAK, BISA JADI BISA JADI!" terdengar semua hingga ke rumah tetangga, haha.


Terus permainan yang tidak akan bisa dilupakan adalah apa yang saya sebut dengan 'bobodoan'.  Kenapa bobodoan? Karena ini adalah permainan teka-teki yang tidak diperlukan kepintaran untuk menjawabnya. Just defy logic! Kadang jawabannya sungguh-sungguh nggak penting. Dulu waktu TPD dan persiapannya, pernah diperkenalkan pada beberapa bobodoan oleh Ridwan dan Gede sebagai ice-breaker atau penenang massa, jadi dipraktekkan deh di sini. Misalnya permainan 'Kucing Hitam', 'Segitiga Antara', 'Around the World', dan 'Black Magic'. Cukup bikin frustrasi orang-orang yang nggak bisa menjawabnya. Untunglah pada akhir KKN, sebagian besar penghuni Sukatani sudah tahu rahasia-rahasianya, kecuali Jamel dan Ica mungkin ya, hehehe. Di sisi lain, penghuni Sukatani yang skill bobodoannya boleh diadu adalah Surya, Kamil, dan Syifa.



7. The Culture

 By culture, I mean the narrowly defined 'culture'. Kebudayaan dalam bentuk tari-tarian, pintonan, dan semacamnya. Salah satu tugas utama kita dalam KKN kan mendokumentasikan semua itu. Akan sangat memudahkan kalau ternyata ada suatu upacara seren taun atau kesenian tertentu yang berkembang di sini, misalnya.

Ternyata ada kesenian Bangreng di sini. Apa itu Bangreng? Kayak pernah dengar dulu, zaman masih ada pelajaran Karawitan di masa SD. Tapi lupa, lupa banget apa, kalau dipaksa nginget malah baso goreng yang datang dalam ingatan.


Demi bangreng, kami rela pergi menuju rumah tokoh bangreng yang bernama Pak Iya. Rumah Pak Iya terletak di RW 08, yang untuk mencapainya perlu mendaki gunung lewati lembah. Add nyasar, hujan ngagebret, and kepeleset karena becek to the mixture, then stir well. Setelah perjalanan yang terasa seperti selamanya, akhirnya sampai juga di rumah Pak Iya.


Ternyata Pak Iya orangnya ramah dan baik banget. Cuma ya itu...beliau hanya bicara bahasa Sunda, padahal dalam rombongan yang berangkat menuju rumah Pak Iya itu lebih banyak yang bisa bahasa Minang daripada bahasa Sunda. Yang bisa pun...kayak gini kan ya *tunjuk diri sendiri*. Bisa ditebak seperti apa percakapan yang terjadi. Saya dan Dhika (yang bahasa Sundanya mendingan) ngobrol sama Pak Iya, sisanya...lagi di Neptunus, panggil kalau ngobrolnya udah selesai ya, makasih.


V (Vera) :Upami bangreng teh naon nya Pa? Singgetan tina naon? (Bangreng itu apa ya Pak? Singkatan dari apa?")



PI (Pak Iya) : "Bangreng teh singgetan tina terebang jeung ronggeng...Jantenna bangreng." (Bangreng itu singkatan dari terebang dan ronggeng, Jadinya bangreng)

V : (manggut-manggut sotoy) "Oh...kumaha eta teh Pa? Aya nu ngibing? Ari terbang teh kumaha, Pak, aya nu hihiberan kitu?" (oh, gimana itu, Pak? Ada yang menari? Kalau terbang itu maksudnya gimana, ada yang terbang-terbangan gitu?)


PI : "Eh?"


V: "Eta Pa...eum...ari terbang teh maksadna kumaha, aya nu hiber?" (Itu pak...eum...kalau terbang itu maksudnya gimana? Ada yang terbang?)


PI : (mesem-mesem) "Ooh..sanes terbang! Terebang teh ieu..." (sambil membawa suatu alat musik yang mirip rebana) "Ieu namina terebang."


V : "Oooooh hahahahaha..." (Kubur ajaaaaa gueeee pehliiiiiissss)


Tutunggangan bangreng yang misterius. Ini sebenarnya domba/kambing. Nanti anak yang sunatan akan menaiki tutunggangan ini, sambil diarak keliling kampung diiringi penari ronggeng dan musik.
Wawancara dengan Pak Iya, full dengan bahasa Sunda. "Gue ngerasa kayak ada di planet lain," komentar Bang Adit (kordes, asli Minang) mengenai wawancara ini
Pulang dari RW 08 dengan modus perjalanan kesukaan anak-anak Sukatani : nebeng mobil bak
Setelah wawancara, kami mendapatkan berita bahwa Bangreng Pak Iya akan tampil di Kampung Patrol. Kami pun memutuskan untuk datang ke sana (nggak semuanya juga sih). Ternyata Bangreng tersebut diselenggarakan karena ada sunatan, dan kami nggak bawa amplop untuk nyecep. Entah gimana lagi, berita bahwa kami adalah anak-anak KKN menyebar dan sang empunya hajat dengan ramah mempersilakan kami untuk ikut makan. Orang-orang pun melihat kami yang salah tingkah dengan muka lucu gitu, seakan-akan mahasiswa adalah sejenis badak bercula satu.

Well, it's quite interesting. Being a single-horned rhinoceros, I mean.


Ronggeng. Setengah dari Bangreng.
Sisingaan/Embe-embean. Judge it all you want.

Mendekati akhir KKN, rasanya makin melankolis. Mau pulang tapi bakal kehilangan banget Sukatani. Being me, hasilnya jadi sering nulis. Misalnya puisi ini, yang saya buat pada 6 Februari 2013, saat saya cuti sehari dari Sukatani. Tidur di kasur sendiri (bukan di sleeping bag, walau saya sebenarnya lumayan suka tidur di sleeping bag). Menyadari betapa bagusnya bak cuci di rumah saya. Nggak usah bangun pagi-pagi buta agar bisa mencuci dengan leluasa (dan menjemur pakaian sambil menyiksa para cowok yang tidur di lantai atas dengan tidak menutup pintu loteng karena...BANGUN BARUDAK, SOLAT SUBUH!). Jadi lebih menghargai nikmat-nikmat kecil yang biasanya tidak terperhatikan.
Syukur Sukatani
Ya Tuhan
Terima kasih atas mesin cuci
dan air panas dari keran
Cokelat yang tinggal ambil dari laci
dan kasur empuk untuk ditiduri sendiri

dan wastafel yang tak mampet, Oh Tuhan
hingga piring-piring mudah dicuci
Ini kemewahan duniawi
yang tak setiap hari kami sadari

Juga, Tuhan
Terima kasih atas jiwa-jiwa yang tak singgah untuk pergi
hari-hari yang tak pernah sepi
segala canda-tawa yang kami bagi
tanjakan dan turunan yang kami susuri
segala hal yang tak kami temui kalau bukan di sini

Terutama, Tuhan
Terima kasih atas udara pagi
yang bisa diserapi sekenyang hati
karena tidak banyak saingan
bangun pagi
Hey guys! I miss our days back then :)

Looking forward for another meet-up with you guys :D
...Now that I think again about it, I'm almost always the one who is eager to leave. Eager to graduate. Eager to find something new. But now, here in Sukatani, I feel like a clogged sink. I want to cry. Sadly, I just can't. Without any apparent reason. Is my feeling not deep enough or what? I can't cry.
I desperately want that tears. Because it's just stupid to say that I'm not sad.
Here in her green fields and tea plantation and evening rain, I bury a piece of my heart
 (cuplikan jurnal harian Vera, ditulis di mesjid RW 12 Desa Sukatani, tanggal 13 Februari 2013)


Kebanyakan foto diambil dari album milik Surya, Intan, Bang Adit, Lia, Rheny...dan berbagai sumber lain deh ya, udah disatuin ke dalam folder dan sulit dilacak dari mana sumbernya, hehe.

Comments

  1. Well, beside of that 'silly' photo of mine. I love this post Vera. Please writee mooooreee !!!
    Sukatani Aimicuuu :* (You know who i am)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yes, I do know who you are :) Why hide behind that cloak of anonymous commenter, Latifa Nurhidayati? Haha.
      I'd like to write more, really (although this post is already too long for what it is). Give me suggestion about what to write! Hahaha

      Delete
  2. kamar mandinya kok bagus sih? *udah, itu doang komennya*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya dong. Iri kan? Iri kan? Iri dong. Hahaha

      Delete
    2. iyaa iri banget emang ! *ngebayangin kamar mandi di desa gue *tapi tetap bersyukur :"

      Delete
  3. baru sempet baca sepenuhnya. Ah jadi agak2 melankolis di malam sabtu :") kangen kalian sih udah pasti, tapi ngga tau juga ketemu ber 21 lagi kapan.
    aku mau protes, knp aku "standar" hahaha jahat nih :P

    ReplyDelete
  4. Kesan 'standar' di awal tuh menggunakan norma kelompok Sukatani, AB Sister :) Soalnya banyak anak KKN yang buat aku kesan pertamanya sama kayak kamu; manis, imut, ramah. Baru di hari-hari kemudian keliatan bahwa manis, imut, dan ramahnya satu orang dengan orang lainnya itu beda...banget. hahaha

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Day #1 : 10 Things That Makes Me Happy (PART 2)

Aishiteru - Kizuna (a.k.a. The Movie That Made Me Feel Like A Stone-Hearted Cyborg)