Posts

Showing posts with the label Poem

Sentimental Hours

'Twas a car ride at night and old tunes from a band.  Looking out, raindrops raced on the window glass. Houses passed, red bricks and orange lights. Messages sent to radios, probably were never heard. And I dreamt of becoming, but never being. 'Twas a lazy afternoon and indescribable longing. A poem hastily scribed, of a girl  peeking from behind the curtain.  There you were, a boy of pale face, of mismatched socks, of silly attire. For a while you lived there, a fixture of short future. And I dreamt of becoming, but never being. You are a thousand things that were and never were :  The smell of bookstores, Murakami on the shelves, Spanish Romance from a music box, withered messages in a bottle, a smiling face on the screen, unfinished poetry written on tattered pages. Still I only dreamt of becoming, and never being. Bandung, 15 April 2020 Vera F. Maharani

Kau membuatku berpuisi lagi

Image
Kau membuatku berpuisi lagi! Karena hanya lewat ini kita bicara patahan kata sepenggalan cerita teka teki setengah terisi tapi aku sudah lupa bagaimana merangkai rima aku tidak tahu lagi cara membuat makna sembunyi Mungkin, aku puas jadi makhluk bumi Mungkin aku tak ingin ke langit! Tapi Kau mengetuk Dan aku... Ah! Apakah ini! Bandung, 26 November 2015 Vera F. Maharani

To Whom It May Concern

Image
Source Let us have inscription of our name on our rings, written in Tengwar, in elvish language of Sindarin Let us call them "the rings who ruled them all" And whisper to each other "my preciousss" in Gollum's voice Laugh at me, but let us have it anyway Greet me in foreign languages of your choice because that sounds nice, and I will compose for you a haiku over breakfast Watching sun rise   illuminates the backyard--   toast or cereal? Let smiles and warmth and light flood our living space and happiness and laughter and all those warm embrace Bear with me and my two left feet, and my inability to cross the street I will learn to swim too, and bike, and drive, and to accept defeat Know that every day for me is one step further out of fear and it would be so helpful if you are being near Lay beside me through all the book chapters I'm not willing to close through all the football matches I'm not willing to miss Gently...

Do Not Stand at My Grave and Weep

Image
source Do not stand at my grave and weep  I am not there. I do not sleep.   I am a thousand winds that blow.   I am the diamond glints on snow.   I am the sunlight on ripened grain.   I am the gentle autumn rain.   When you awaken in the morning's hush   I am the swift uplifting rush   Of quiet birds in circled flight.   I am the soft stars that shine at night.   Do not stand at my grave and cry;   I am not there. I did not die. Poem by Mary Elizabeth Frye In loving memory of my grandfather, Mansur Mulyakusumah (6 February 1938-15 June 2006) Today would be my grandpa's 76th birthday. Somehow, I think if my grandpa could choose a poem about his own death, he would choose this. I miss you, Dear Grandpa. I know you are up there in the better place with God, being a pious, honest, and intelligent person you were :)

Cherry Ripe (There's A Garden in Her Face)

Image
(c) bridal creations by Julie @ flickr There is a garden in her face    Where roses and white lilies blow; A heavenly paradise is that place,    Wherein all pleasant fruits do flow:       There cherries grow which none may buy       Till “ Cherry-ripe ” themselves do cry. Those cherries fairly do enclose    Of orient pearl a double row, Which when her lovely laughter shows,    They look like rose-buds filled with snow;       Yet them no peer nor prince can buy       Till “ Cherry-ripe ” themselves do cry. Her eyes like angels watch them still;    Her brows like bended bows do stand, Threat'ning with piercing frowns to kill    All that attempt with eye or hand       Those sacred cherries to come nigh...

The Road Not Taken

Image
The Road Not Taken Two roads diverged on a yellow wood And sorry I couldn't travel both And be one traveler, long I stood And look down as far as I could To where it bent in the undergrowth Then took the other, as just as fair and having perhaps the better claim Because it was grassy and wanted wear Though as for that the passing there Had worn them really about the same And both that morning equally lay In leaves no step had trodden black Oh, I marked the first for another day! Yet knowing how way leads on to way I doubted if I should ever come back I shall be telling this with a sigh Somewhere ages and ages hence Two roads diverged in a wood, and I-- I took the one less traveled by And that has made all the difference A poem by Robert Frost Robert Frost (1874-1963)   source Saya pertama kali membaca puisi ini bukan di sebuah buku/situs puisi. Pun bukan saat saya sengaja mencari sesuatu yang "nyastra" untuk diba...

A Poem About Me from Dini Fauziah Pratiwi

Image
Hari, tanggal : Minggu, 15 Desember 2013.  Tempat : Aula FPIK, Jatinangor (atau sebuah tempat di Burkina Faso, menurut service provider handphone  saya) Agenda :   Kongres Keluarga Mahasiswa Unpad.   Status psikologis Vera : hectic as hell. Pada saat yang sama, nun di sebuah mall di Kota Bandung ( BUKAN Ciwalk), teman-teman KBR (Kelompok Belajar Roket) sedang karaokean dan makan-makan. Alin mau nraktir gajian pertama, katanya. Darn it, pikir saya. Saya kan mau minta ditraktir juga, preferably steam kakap kuah lemon (my current food obsession). Kalau saya nggak datang, hanya kemungkinan kecil mereka makan steam kakap kuah lemon itu, karena mereka masih belum tahu betapa surgawi rasanya. Belum lagi khasiatnya buat kesehatan... I really have to look for that article about benefits of eating snapper and show it to them...  Ah, I sighed. You don't know what you miss, Guys, pikir saya. Sementara itu bagi saya, I knew what I missed. I missed them. T...

Good Night

Image
Starry Night Over The Rhone (1888) by Vincent van Gogh, oil on canvas The lark is silent in his nest, The breeze is sighing in its flight, Sleep, Love, and peaceful be thy rest. Good-night, my love, good-night, good-night. Sweet dreams' attend thee in thy sleep, To soothe thy rest till morning's light, And angels round thee vigil keep. Good-night, my love, good-night, good-night. Sleep well, my love, on night's dark breast, And ease thy soul with slumber bright; Be joy but thine and I am blest. Good-night, my love, good-night, good-night (Paul Laurence Dunbar) :)

Ars Poetica

Image
A poem should be palpable and mute As a globed fruit, Dumb As old medallions to the thumb, Silent as the sleeve worn stone Of casement ledges where the moss has grown— A poem should be wordless As the flight of birds  * A poem should be motionless in time As the moon climbs  Leaving, as the moon releases Twig by twig the night entangled trees Leaving, as the moon behind the winter leaves, Memory by memory the mind— A poem should be motionless in time As the moon climbs *  A poem should be equal to : Not true For all the history of grief An empty doorway and a maple leaf For love The leaning grasses and two lights above the sea— A poem should not mean But be -Archibald MacLeish Membaca puisi ini, ingin menulis puisi lagi rasanya :) menulis tanpa terlalu banyak ribut tentang makna menulis tanpa kelambu pura-pura Mungkin ini salah pengertian soal Ars Poetica, tapi tolong maklumi un...

Surat Terbuka Buat Kakak Ganteng

Image
Dari Dermaga     A breath away, a breath away You’re only just a breath away Di penghujung subuh kau angkat sauh pada angin yang melirih, pada jeriji kabut yang merepih pada samudera teduh tempat kau larung segala dera perih Ziz, kami hanya sampai dermaga. Langit baru semu biru, perlahan melindap lentera di buritanmu Terlihatkah olehmu wajah-wajah kami? Mata-mata yang melangut Tersentuhkah oleh suara-suara kami? Yang tak letih menggapaimu, biar sayup sungguh Mendamba jadi angin yang mengembus layarmu, rasi-rasi bintang yang memandu jalanmu                 Ziz, kami hanya sampai dermaga Di tepi kami bersila, masih terpancang tiang-tiang tempatmu berlabuh Tak goyah oleh ombak yang membawamu menjauh                 Ziz, kami masih di dermaga       ...

Apa yang mau kusampaikan padamu, Sayangku?

Apa yang mau kusampaikan padamu, Sayangku? Hingga kurangkai sajak menguntai, kelindan dengan bisu dalam hikayat kita yang sepintas lalu Rembulan pucat berjingkat ke lembah kata-katamu Menerpa wajah kita yang tengadah, menanti dalam lelah Aku lapuk, kau pun lapuk ditelan langit yang renta "Rupanya telah kita penggal sajak-sajak itu dalam jeda yang salah!" Kau menatapku, gigil subuh terbit di matamu cangkir teh madu yang kuseduh bergeretakan di tanganmu Lalulah lalu kau dalam hembusan angin yang menarikmu Lantas apa yang mau kusampaikan padamu, Sayangku Abjad-abjad titik koma masih berserakan di sepanjang jarak bibirmu dan aku Cilawu, 10 Februari 2013 Vera F. Maharani

Yang Menetap dan Yang Singgah

Image
Photo Credit : Crossroads" (C) by www.martin-liebermann.de Ingin kututup jendela-jendela Biar gerimis menipis jadi pemandangan terakhir di penghujung senja ini. Dan kau, Sayangku, tandaskan teh hangatmu sebelum malam memeluk. Sebelum kau pinjam selimutku. Berkemul di hadapan perapianku. Berkemaslah, biar kupinjamkan payungku kuantar kau ke persimpangan, penghujung kita janji berjalan. Kuterabas hujan paku-paku. Masih lama sampai tujuan, kita tak bisa terpikat, terjerat, tertambat. Larilah kau seperti takdirmu. Jelmalah kau seperti inginmu. Aku akan melambai dan kau bisa terus. Kau bisa terus. Kau yang singgah, berpamitanlah... Cilawu, 27 Januari 2013 Vera F. Maharani

Menuju Rumah Ruh

Image
Ruh, ingatkah di jalan ini kita mengayun langkah menuju rumahmu? Dituntun pendar bintang utara pada sejumput langit di atas kepala kita "Kau akan lihat lebih banyak lagi cahaya itu ketika kita sampai di beranda dan tengadah." Kau sulut lentera. Di balik pundakmu aku berkata :  "Ayolah." Lalu gerimis turun, Ruh, terpelanting di trotoar batu Musim merangkak beku. Tulang-tulangku gigil membiru "Kita harus terus maju," bisikmu Kau cerita di rumahmu ada kursi goyang kue jahe hangat di atas loyang dan gulir tasbih yang berlanjut biar malam membuta mengabut Ruh, di jalan yang kita susuri ribuan rumah jadi rumahmu mengepul asap pendiangan yang kita nyalakan semalaman itu. Jatinangor-Bandung 7 Desember 2012 Vera F. Maharani Gambar diunduh dari : http://watchusplaygames.files.wordpress.com/2012/06/in-love-couple-at-train-tracks-holding-hands-beautiful.jpg

Seserpih Puisi dari Kelas Analisis Eksistensial

Image
Photo by Paul Cantrell from http://farm4.static.flickr.com/3225/3085304070_8efc419882.jpg Di pertengahan malam, bulan timbul tenggelam Langkah-langkah kian tersendat, kisah-kisah kian tercekat "Aku rasa ini surga, hanya surga pinjaman..." Jatinangor, 20 September 2012 Vera F. Maharani Notes: Ini puisi yang saya buat pada kelas Analisis Eksistensial. Bang Iqbal (dosen saya) meminta kelas untuk membuat tiga baris puisi yang terinspirasi dari kehidupan selama seminggu terakhir. Baris pertama menuturkan tentang waktu, baris kedua tentang aktivitas, dan barisan ketiga tentang perasaan. Puisi ini sedianya akan jadi bahan untuk menganalisis diri dalam bingkai filsafat eksistensial. Puisi ini tentu saja ada latar ceritanya. Karena saya tahu jelas waktu, peristiwa, dan rasa macam apa itu sebelum menerjemahkannya jadi metafora, sebenarnya saya bingung harus menganalisis apa... Kuliah Aneks sebenarnya rame, rasanya bebas (yah, namanya juga eksistensial)....

Kau adalah kidung yang kujanjikan pada subuh

Image
kepada sebuah nama Kau adalah kidung yang kujanjikan pada subuh pada aubade jengkerik dan orkestra daun-daun jambu Namamu syair yang tertera di titian angin saat terang dan gelap berkelindan di batas tidur dan terjaga Aku di sini bersimpuh, menghitung rindu membilang jarak dan waktu Kau naik ke langit, terus ke langit menuju semburat jingga Jatinangor-Bandung, 19 September 2012 Vera F. Maharani di ujung sana tanganmu mengulur serupa cahaya dan aku... aku menjangkau ke mana kau berada

True Life Partner : Robert and Elizabeth B. Browning

Image
  "I am not of a cold nature; cannot bear to be treated coldly. When cold water is thrown upon a hot iron, the iron hisses. I wish that water would make that iron as cold as self." - Elizabeth Barrett Browning Oke, menurut primbon seharusnya saya nggak galau-galauan sampai sehari lagi, but to hell with primbon. Saya tetap memilih hari ini untuk ngobrolin cinta-cintaan. Beberapa minggu lalu sempat ngobrol sama beberapa orang teman soal cerita cinta favorit. Segala macam cerita keluar, mulai dari kisah cinta Romeo-Juliet sampai cerita cinta bapak ibunya sendiri. As much as I love Romeo-Juliet's or my own parents' love story, inilah cerita yang saya ajukan, tentang Robert dan Elizabeth Barrett Browning. This is one of my favorite non-fictional love story (Well, I like a lot of love story, hahaha...). Mereka berdua adalah penyair pada zaman Victoria, and they are partner in life as well as in literary world. Menyenangkan aja gitu kebayangnya, punya pasan...

Mengingatkan Ruh

Image
Ruh, masih ingatkah kau? Pada lapangan di samping rel kereta Pasar malam dan bianglala Jalan aspal ke batas cakrawala Sepetak sawah yang beda hijaunya, juga hymne-hymne yang asing melodinya Oh, mungkin kau juga ingat pada peta dan ular tangga Ucapan maaf dwibahasa dan lompatan-lompatan tertahan di udara Buah-buah jati sore-sore kita tendangi Debat tentang tube pasta gigi serta mana yang lebih penting : menyerupai atau melengkapi? Kita membaca hingga tinta-tinta resap ke darah. Mimpi-mimpi kecil yang kita bagi diam-diam tumbuh tinggi. Serpih kata-katamu merajut kemelut. Tempias gerimis membisik tentang kerlap yang mungkin khayali tapi goyah bukan pilihan, Ruh goyah tak pernah jadi pilihan... Ruh, masih ingatkah kau? Sebab aku kini disesaki memori Cigadung, 29 Mei 2012 Vera F. Maharani P.s. Hei, kamu. Kamu sering bertanya, ada apa dengan ekspresi saya. Mengejutkan buat saya, kadang, karena saya pikir perasaan saya suda...

Sepenggal Ode untuk Psikologi Unpad 2009

Image
(Semalam di Jatinangor, udara beraroma tawa dan pesta. Duduklah sejenak, Kawan, biar kita ramu kembali rapsodi emosi yang menyertai kita ke sini) Jiwa-jiwa kembara yang manis Dari mana datangnya kau? Mau ke mana larinya kau? Sebagian tersesat, sebagian menemukan jalannya Yang kutahu pasti, pada titik ini mimpi-mimpi berbeda 'kan kita pupuki sama-sama Gedung yang semula bisu, tanah dan batu-batu jadi saksi kita perlahan memijak, tertatih menjejak hingga akhirnya menjelma, mengada mencatatkan nama 2009. Hari ini. Di sini. Apakah dalam hidup sebelumnya kujumpai suara-suara itu? Gegap gempita dari ketiadaan tangan bertepukan, kaki berhentakan di naungan gemintang, beratus hati dipertautkan 2009. Hari ini. Di sini. Kita adalah perjumpaan yang tak hilang Kita adalah cinta yang tak lekang Kita tak mengucap selamat tinggal, kita hanya menunda sapa yang lebih gemilang 2009. Hari ini. Di sini. Juga di masa depan (kusesap lagi udara itu, kunikmati...