Catatan Tengah Tahun Lewat Sebulan


Truth spoken in whispers will tell you apart
No matter how hard you resist it
It never rains when you want it to
You humble me, Lord
You humble me, Lord
I am on my knees, empty
You humble me
(Humble Me –Norah Jones)
source : here 

Tahun 2015 yang diawali dengan ekspektasi tinggi berlalu setengah juga akhirnya.

Kalau tahun 2014 buat saya adalah tahunnya pencapaian dan pengalaman baru, saya menentukan tema tahun ini adalah tahun mimpi besar. Sesuai dengan namanya, ini tahun di mana saya akhirnya berani mengambil langkah menuju mimpi-mimpi besar saya, termasuk ambil master program. Terutama ambil master program. Preferably abroad, learning things I really love, like something related to neuropsychology. More preferably in Germany, thank you very much.

Setelah setengah tahun berlalu, saya rasa Tuhan memilihkan tema yang lebih cocok buat saya : penerimaan dan mencari hikmah. Banyak banget humbling experience yang saya dapat dalam setengah tahun terakhir ini. Mulai dari ditolak LPDP (*sob*), terus diterima di Maastricht tapi ga mampu bayar (12000 Euro per tahun, boleh bayar pake daun aja nggak bang?). Terus baru-baru ini hampir pasti ditolak LMU (*sob sob*) karena performa wawancara saya amatlah sampah. Saya nggak siap sama sekali begitu menghadapi bahwa wawancara LMU itu macam ujian lisan statistika. Sebagai orang yang bertahan di statistik tingkat S1 karena (a) ujiannya boleh open book, (b) saya jagoan bikin rangkuman sistematis yang gampang dirujuk saat ujian, dan (c) saya terampil menggunakan menu ‘help’ dan tutorial SPSS pas ujian statistik pake komputer, saya tentu aja gelagapan.

(Moga-moga tahun depan pas saya coba daftar lagi, professornya udah lupa muka saya. Aamiin. Jangan sampe pas dia liat saya, dia mikir, “Oh ini bukannya si kandidat yang bego statistik taun kemarin?”

*hapus profile picture di Skype*)

Ini kedengarannya agak sombong mungkin, tapi dalam aspek akademik saya jarang banget gagal. Paling apa ya…mungkin pas SMA ikut placement test buat masuk kelas IPA karena nilai matematika nyerempet batas lulus, tapi saya lolos olimpiade biologi sampai tingkat provinsi jadi saya rasa saya itu bukan karena saya bego. Atau setidaknya nggak bego-bego amat lah hehe. Pas skripsi agak pending, tapi saya bisa menghibur diri dengan bilang “itu kan karena saya aktif di kegiatan mahasiswa”, dilanjut dengan “itu kan karena saya keburu dapet kerja”, dan alhamdulillah diakhiri dengan IPK cum laude. Nggak pernah ada tamparan beruntun yang bikin saya meragukan kepintaran saya sendiri…sampai akhir-akhir ini.

Alhamdulillah, saya bersyukur banget karena Allah masih nunjukkin bahwa tema yang Dia pilih buat saya hingga tengah tahun ini adalah “Tahun Penerimaan dan Mencari Hikmah”, bukan “Tahun Mengasihani Diri Terus Lompat dari Pasupati”. Berikut adalah beberapa hikmah yang saya dapat, sebagian besar berkaitan sama kehidupan akademik :


1. Kuliah S2 di luar negeri itu mirip-mirip sama jodoh, supaya bisa dapet kita mesti memantaskan diri

Maafkanlah otak dewasa awal saya yang mengaitkan banyak hal sama nikah, tapi memang ini yang saya rasa haha. Ibarat pasangan suami istri yang baru nyadar bahwa mereka nggak cocok, tapi udah investasi perasaan, harta, dsb. terlalu banyak untuk cerai gitu aja, mungkin orang yang kuliah di luar negeri gitu juga. Udah jauh-jauh, banyak duit dan effort dikeluarin, ternyata belum siap. Ternyata nangis-nangis nggak bisa ngikutin kuliah dan cara hidup di sana. Mau pulang juga susah. Kecuali kamu termasuk orang-orang yang sanggup bayar tuition fee 12000 Euro pake uang betulan (yang nggak berubah jadi daun setelahnya!) sih, pulang relatif gampang ya, tapi yakin mau ditinggal gitu aja kuliahnya?

Memang harus percaya, kalau Allah belum mempercayakan jalan ke sana. berarti memang lebih banyak mudharatnya untuk sekarang. Buat kasus saya, ini terbukti. Nggak kebayang kalau kuliah di Munich/Maastricht terus saya malah hokcay pas profesornya ngomongin statistik. Nggak keren banget.


2. Statistic is essential, so learn your statistics, and learn it right

Yang jelas mengandalkan rangkuman sistematis saat ujian adalah cara yang salah haha.

Statistik (dan matematika pada umumnya) bukan pelajaran kesukaan saya. Seperti di paragraf-paragraf awal, saya udah bilang bahwa nilai matematik saya dulu hampir menjerumuskan saya ke kelas IPS. Nggak maksud bilang kelas IPS jelek, beneran deh, cuma selain matematika sebenarnya saya suka banget pelajaran IPA. Saya juga nggak yakin apa sekolah masih bakal cukup percaya membiarkan saya ikutan olimpiade biologi kalau masuk kelas IPS, jadi ya saya mati-matian berusaha diterima di kelas IPA.


My general reaction to math in the last 11 years. Before that I was quite good at it haha
source : here 

Akhir-akhir ini rasanya diingatkan bahwa statistik adalah alat untuk membantu memahami kebenaran. Uhm, setidaknya itu sih yang saya tanam di pikiran saat saya review statistik lagi akhir-akhir ini. Berasa mengemban misi penting. Learning for a greater cause. Seakan-akan belajar soal regresi bisa menyelamatkan dunia, dan saya semacam superhero karenanya. Suka-suka saya aja lah ya, yang penting semangat, haha.


3. In fact, anything that would relate to your choice of study field is essential, so learn it right

Seriously, keep it inside your head. Sesuai kata Bang Pe, dosen saya, belajar itu terlihat dari perubahan perilaku yang cenderung menetap. Kalau nggak menetap berarti ada yang perlu diperbaiki dari cara belajarnya, haha.

4. Di setiap langkah, ada hikmah

Kalau kita mau memperbaiki diri, ternyata resources yang kita butuhkan ada di sekitar kita.

Contoh baru-baru ini, pas saya ngerasa bego statistik banget, ada whatsapp masuk. Dari Scott, temen saya yang kemarin sempat internship di Indonesia. Dia nanyain gimana kabar interview Muenchen. Setelah saya jelasin bahwa itu wawancara rasanya kayak bencana alam gara-gara statistik, dia janji bakal bantuin saya belajar statistik (dia jadi tutor statistik di Belanda, statistik udah semacam hobi kali buat dia). Dia ngirim slide-slide pelajaran dan berbagi situs-situs pengajaran statistik yang gratis dan komprehensif. Bahkan sempat-sempatnya tutor saya tentang logistic regression via Whatsapp, saat di Belanda sana sudah masuk waktu tidur dan di Indonesia sudah masuk waktu sahur.

Terharu banget rasanya, benar-benar merasa ini adalah bantuan yang dikirim dari langit. Allah nggak cuma ngasih masalah aja, tapi juga solusinya, if only we know where to look.


5. …dan saat semua tidak berjalan sesuai rencana, saya selalu tahu ke mana saya harus lari.

Lari sama Allah. Bisa lari ke mana lagi yang lebih baik daripada Dia? :’)


Jadi dengan ini saya tetapkan bahwa tema setengah tahun ke depan buat saya adalah “(Setengah) Tahun Self-Improvement”. Moga-moga Allah ridha. Aamiin.

You humble me, Lord
You humble me, Lord
So please, please, please forgive me
You humble me
(Humble Me – Norah Jones)
soothing-motto-nature-mantra-gifs-adam-kurtz-1
Jadi kalem aja yuk, Mbaksis

Comments

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Sentimental Hours

Aishiteru - Kizuna (a.k.a. The Movie That Made Me Feel Like A Stone-Hearted Cyborg)