Sedikit Kegalauan setelah Update Fictionpress

Halo! Ini Vera (tentu saja, siapa bilang Keira Knightley).

Hari ini akhirnya --I repeat, AKHIRNYA--aku meng-update fictionpress lagi. Tepatnya proyek 'Novel yang Belum Selesai' yang kalo dipikir-pikir udah aku garap 1 tahun lewat 1 bulan dan baru sedikiiiiiiiit sekali menunjukkan tanda-tanda akan beres. Pfiuh.

(Iklan : you can read it on my fictionpress account)

Mengenai chapter yang terakhir ini, mau sedikit...oke, BANYAK curhat ah. Tadinya aku mau curhat sama teman-teman KBR aku tersayang, tapi berhubung curhat mengenai writers block dan keputusasaan dan keraguan segala macam itu pastilah bukan hal yang menyenangkan buat mereka (terlebih lagi dengan mereka yang tidak terlalu antusias terhadap mimpi-menulis aku ini), lebih baik curhat di sini aja huhu.

Chapter 11 really is EXHAUSTING to write. Kenapa? Karena
1. menceritakan tentang perpisahan dan aku ga begitu suka menulis tentang ini. Tapi harus karena di plot yang aku bikin ceritanya begitu dan kalau aku bikin lagi...well, no time for rewriting ad infinitum, I guess.
2. Ada beberapa adegan yang bikin aku geli-geli gimanaaa gitu nulisnya. hahaha.
3. WRITERS BLOCK, yang selalu jadi kambing hitam setiap kali seorang penulis merasa mandek ide. Haha.
4. Kemalasan mendera saat liburan, dan tugas menggunung tanpa aku sadari begitu masuk kuliah (Oh Pengantar Psikodiagnostik, oh Eksperimen Lanjutan, oh Ilmu Pernyataan, oh Psikologi Manajemen...)

Belum lagi akhir-akhir ini aku mikirin soal makna, soal esensi. Dulu aku pernah diskusi mengenai sebuah cerita dengan seseorang. Yah, nggak tepat juga disebut diskusi sih, karena waktu itu aku belum baca bukunya, jadi aku cuma nanya pendapat dia aja tentang ceritanya. Berhubung penulisnya punya reputasi yang cukup bagus, aku mengira teman diskusi aku itu akan membeberkan (paling tidak) beberapa pujian buat penulis. Dan memang dia membeberkan sedikit pujian, tapi respons pertama dia bikin aku shock duluan.

"Dari semua ceritanya, saya suka satu, yang judulnya X. Ceritanya tentang...(sang teman diskusi menceritakan sedikit sinopsis cerita). Sisanya... (sang teman diskusi mengecilkan suaranya begitu mengatakan kata-kata selanjutnya) kurang meaning."
 Perasaan aku pas itu, gimana ya? Nggak tahu kata yang sesuai, tapi aku selalu mendeskripsikan perasaan itu dengan 'jebred pisan lah euy.'. I mean, of course he had his opinion, his own favourite style. Lagipula yang dikritik itu bukan aku kan, itu penulis lain. Tapi pada saat itu aku nggak bisa nggak mikir kayak gini:
Dia bilang dia pikir cerita itu kurang meaning. Pas dia baca cerita yang aku bikin, jangan-jangan dia nggak tau bahwa cerita aku itu ada maknanya. Oh noooooooo....
Padahal...I'm like, dying to impress him. huhuhu.

Tentu saja ketika aku menulis cerita itu, aku dibayangi oleh pemikiran optimis bahwa cerita ini punya esensi. Kalau boleh geer, dasarnya sedikit berbau filsafat gimanaaaaa gitu (berhubung salah satu cara aku mencari ide untuk cerita ini adalah membaca teori existensial psychoanalysis-nya Rollo May dan filsafat manusia). Tapi semakin lama...aku semakin nggak yakin ada orang yang tahu itu. Mungkin orang lain cuma berpikir bahwa itu adalah cerita romantis biasa, cinta segi tiga biasa, dengan embel-embel latar yang tidak biasa. Sedih juga sih mikirinnya. Salah aku juga sih karena menyampaikannya dengan terlalu terselubung, terlalu menye-menye...dan lain-lain.

Yah, pada akhirnya, tugas penulis adalah menyampaikan cerita. Persepsi terhadap cerita itu, kembali pada pembaca. Saat sebuah cerita selesai, ya peran penulis sudah sampai di situ. Dia nggak bisa menyetir opini orang-orang sampai jadi sama dengan apa yang dia pikirkan saat menulis cerita itu. Walaupun dia pikir esensi ceritanya begitu dalam dan menggugah hati, kalau pembacanya bilang trashy, ya trashy aja.

Sedih juga sih mikirinnya.

Hiks.

Ps. Sejauh ini sang teman diskusi itu belum menunjukkan tanda-tanda dia udah baca cerita yang aku tulis (aku bahkan nggak tau apakah dia tau aku udah menulis sesuatu. Dia berkunjung ke blog aku aja kayaknya nggak yakin deh *ketawa getir*). Aku bener-bener pengen dia baca, pengen dia ngasih opini yang jujur, tapi pada saat yang sama TAKUT kalau opini dia cuma ngebejek-bejek hati aku aja. Sungguh hidup itu penuh ironi ya...
T^T

Comments

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Day #1 : 10 Things That Makes Me Happy (PART 2)

Aishiteru - Kizuna (a.k.a. The Movie That Made Me Feel Like A Stone-Hearted Cyborg)