Rambling On Chapter 16 of 'Novel yang Belum Selesai'

Akhirnya, setelah hiatus lama yang mendatangkan berbagai desakan dan ancaman, saya melanjutkan salah satu proyek novel saya yang berjudul 'Novel yang Belum Selesai'. Sekarang sudah menginjak chapter 16 yang dapat dibaca di sini. I'm so excited!

Nope. 

Mungkin karena ini adalah chapter yang sangat depresif. I make my characters vanish, again. Saya kasih judul 'Hampa', walau saya pengen ganti judul lain yang lebih keren. Supaya bisa get in the mood dalam menulisnya, saya mendengarkan playlist yang terdiri dari lagu-lagu bertema kehilangan, patah hati, dan sebagainya. Mengingat dan menjabarkan dalam kata-kata perasaan saya saat si 'teman dekat' saya dulu nembak cewek lain. Saat kakek saya meninggal. Saat Ibu saya membuang seekor kucing liar manis yang nggak tahu kenapa jinak sama saya, hobi tidur nempelin saya, selalu pup di kloset tanpa ada yang ngajarin, sampai udah saya anggap kucing saya dan saya kasih nama Felis Crouch. Maybe it was easier if I read my diary entries for those events, but I'm a bad diarist. Saya cenderung menghindari menulis panjang-panjang soal kesedihan mendalam. Writing about sadness feels awkward. I realize that I'm too afraid to relive those painful, grieving memories, even though I know I will never entirely forget about them.

Dalam menulis chapter ini, saya mendadak emo. Minus poni lempar nutupin mata dan sayatan di pembuluh nadi. Oh, the stereotype.

Dalam menulisnya juga, saya memerangi kecemasan saya sendiri. "What the heck are you writing, Vera? WHAT THE HECK? IS THERE EVEN SOMEBODY WHO WANTS TO READ THIS...THIS...MUMBLE JUMBLE OF WORDS?"

Self esteem issue. Yeah.


Katanya kita bisa nulis lebih gampang kalau ada sesuatu yang ingin kita sampaikan. Pastinya, menulis itu kan salah satu bentuk komunikasi. Melalui ini juga ada sesuatu yang saya komunikasikan, lho. Tapi saya khawatir pesan yang ingin saya sampaikan walau hanya seuprit itu tertutupi oleh cara saya menyampaikannya sendiri. I intend to write something about existencial anxiety....and now I watch myself drive further into a teenager's pointless angst.

Dang, dang, dang, I need my monthly dose of Rollo May. Or yearly, mengingat saya jadi malas baca buku berkaitan dengan psikologi (ari anjeun mahasiswa naon, Vera?). Yah, buku saya dipinjem sama adik kelas juga sih.

Saya jadi berharap saya melanjutkan Paradiso Perduto aja. Paling nggak, saya menulisnya dari sudut pandang orang ketiga, jadi bisa agak berjarak. Saya masih bisa menempatkan candaan-candaan sinis saat saya merasa cerita terlalu emosional. Sayang, Paradiso Perduto mandek pada suatu titik dan saya belum menemukan formula yang tepat untuk keluar dari writers block satu ini.

Ya udah sih ya Veraaaaa, no more bacot, just get it over with! Tinggal dua chapter lagi first draft (yang sudah digarap selama 2,5 tahun, no kidding) selesai, terus edit dengan semangat bushido, then write that special someone's name on 'thanks to' for being your muse even if he has nothing to do with your story at all,  terus kirim ke penerbit! Terus...ya, crossing finger semoga cerita kamu cukup pantas untuk dibaca dan masih mengandung sedikit filsafat tanpa bikin puyeng sehingga dikasih kesempatan mencecap rak toko buku.

AH! *belum beranak sudah ditimang...MULAI*

Maaf atas rambling ini, I just need to keep myself sane. Selamat dini hari. Tidak perlu tidur lagi, mari siapkan sahur...



Comments

  1. Kak, aku masih nungguin cerita kakak "Novel Yang Belum Selesai" lho :3 Soalnya menurut aku cerita itu epik banget, walaupun lama2 keadaannya emang makin suram ._. #plakk. aku paling suka sama sifat Gaizka, entah kenapa. dan bagian yang paling aku suka itu, saat Gaizka suka Biru tapi dijodohkan sama... itu lho, yang sakit, aku lupa namanya ._. #dilindes. aku juga suka Biru yang menurut aku tsundere. huwaaa, aku lupa terakhir baca sampai mana DX *stress sendiri*
    cerita kakak itu menarik dengan caranya sendiri, jadi kakak harus semangat! aku masih terus nunggu kelanjutannya, jadi fighting ya kakak! ^^

    ReplyDelete
  2. Hello :) Thank you for the words of encouragement. Nggak apa-apa, suram itu memang efek yang saya inginkan pada saat membacanya, saya cuma nggak mengantisipasi kenapa saya jadi ikutan merasa suram juga, hahaha.

    Iya insya Allah semangat untuk melanjutkan! Makasih ya, siapa pun kamu, pembaca baik yang tidak meninggalkan nama. hehehe (perasaan saya, ini kayak Asha sih, hehehe)

    Thank you anyway :)

    ReplyDelete
  3. Untuk pertanyaan kakak di atas, 'is there even somebody who wants to read this', jawabannya 'there is'. Memang kalau dilihat dari sudut pandang kakak, kesannya kakak lagi ngebacot nggak jelas. Tapi dari sudut pandang saya, saya merasa justru bacotan nggak jelas yang lebih menarik buat dibaca dari pada kata-kata formal yang disusun rapi. Saya belum pernah baca cerita kakak, cuma udah baca beberapa post kakak di blog ini. Pertanyaan saya, apa kakak masih suka SHINee? *melet* Semangat buat kuliahnya, buat menjalani hidupnya, buat segala-galanya. ^^

    P.S.: Saya bingung harus meninggalkan nama atau nggak. Sepertinya tidak perlu, ya? You know this name so well. It's the same as yours. X3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hello, Vera (am I right?), thank you. You are so sweet. Syukurlah kalau ada yang masih ingin baca. Insecurity kills, or at least it dampen everything, Nice to read words of encouragement now and then, hehe.

      Ya, saya masih suka SHINee. Masih suka banget, haha, walaupun alokasi waktu untuk fangirling tidak sebanyak dulu. Sebagian alasan kenapa saya ingin cepat lulus adalah biar saya punya lebih banyak waktu untuk fangirling #eh. Do you like SHINee too? :)

      Have a great day, and thank you. Again :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Sentimental Hours

Day #1 : 10 Things That Makes Me Happy (PART 2)