Humble Me

Went out on a limb, gone too far
I broke down at the side of the road
Stranded in the outskirts and the sun is creeping up


Lagu Norah Jones yang ini seakan bicara hingga ke kedalaman hati. Mendengarnya hampir bersamaan dengan saat saya bangun tidur dan menatap matahari naik di luar jendela kamar, membuat saya merasa sebenarnya itu saya yang bernyanyi, meminjam suara Jones. Lirih. Kontemplatif.

Iya, saya merasa bahwa nggak ada yang berkembang dari hari ke hari. You're still this same old you who dreamt of perfection, yet still managed to find (and do) the most effective ways to prevent that dream from coming true.

Saya capek, amat sangat capek, dan mundur lagi ke cangkang. Iya itu langkah yang cupu banget nggak terkira, hahaha. Saya juga nggak tahu apa yang saya mau dari kaburnya saya dua hari ini, ketenangan jiwa kah? Iya sih. Konyol aja. Maksudnya, saya tahu ke mana harus lari kalau saya butuh ketenangan jiwa. Tuhan. Dan kemarin...lari pada Tuhankah saya? Hmm. Ngesot, iya. Lari...not so much.

What do you say, when it's all gone away
Baby I didn't mean to hurt you
Truth spoken in whispers will tell you apart
No matter how hard you resist it
It never rains when you want it too


"Cukup deh, Ver! Kamu tuh selalu...sok-sok nggak bisa, sok-sok ngelakuin hal yang salah. Tapi kamu tau nggak? Kamu tuh beruntung banget tau, Ver. Saat orang lain masih galau-galau soal apa yang mau mereka lakukan dalam hidup, kamu udah tau apa yang kamu mau. Dan kamu ada di sana juga pada akhirnya, menghidupi mimpi-mimpi kamu."

Kalimat-kalimat itu muncul udah lama banget, waktu saya SMP. Saat itu saya ikutan Jasadi, itu semacam branch pecinta alam dari rohis SMPN 5 Bandung. Kegiatannya banyak latihan fisik (oooh *cringe*) dan keterampilan lainnya yang diperlukan kalau kamu ada di alam. Simpul-simpulan, latihan masang alat pengaman kalau mau panjat tebing (yang saya lupa namanya), mapping, menentukan arah utara pake prinsip-prinsip trigonometri bla-bla etc. Iya out of character banget sama saya yang kakinya bagai kiri semua ini, hahaha.

Pembimbing kita waktu itu namanya Kak Aria, tapi panggilannya Kak JJ (enggak tau kenapa haha). Dia orangnya...baik sih, tapi hmmm sinis banget sama akhwat. Paling inget itu waktu kita, para akhwat cilik kelas 1-2 SMP, lagi ngumpul di teras mesjid ngobrolin rujak (hobi kita pada masa itu adalah teambuilding dengan cara ngerujak), Kak JJ lewat. Terus dia nyapa,"Assalamu'alaikum akhwat, lagi pada ghibah ya?"

Iya kak, kalo ngobrolin jambu air sama mangga muda bisa dianggap ghibah, grumble grumble.

Pada masa itu banyaaaaaak banget yang ngeceng Kak JJ. Nggak tau deh, mungkin karena anak-anak SMP itu kebanyakan baca teenlit dan punya fantasi tentang pacaran sama kakak kelas 'cool' (definition may varied), apa lagi udah lulus ITB, jurusan fisika pula (udah nggak pahaaam kurang keren apa ini buat anak SMP). Karena saya anti-mainstream, saya nggak ngeceng Kak JJ. Terutama ya karena sering ngerasa dinyolotin itu. Plus lagi, saya pengen nyolotin balik tapi nggak berani, muhahahahaha.

(Maaf ya Kak JJ, di manapun Kakak berada sekarang. Sumpah Kakak baik dan penuh dedikasi banget sama Rohani, tapi entah kenapa kenyolotan itu nggak bisa dienyahkan dari otak saya, hahaha. Barakallah Kak.)

Jadi singkatnya saya ikut Jasadi waktu itu. Kita lagi latihan...hmm, endurance kali ya. Caranya adalah melangkah bolak-balik di anak tangga gitu, terus dihitung berapa kali kita bisa dalam waktu tertentu. Tiga menit atau lima menit ya kalau nggak salah. Kak JJ keliling ngecekin anak-anak, terus nanya ke Emma (yang waktu itu ngitungin saya), saya udah bisa berapa kali. Emma menjawab suatu nominal yang aku lupa. Kata Kak JJ "Wow, ngelewatin *suatu nominal* bisa dong ya."

Saya, dengan peluh bercucuran, cuma menggeleng.

Setelah sesi berakhir, ternyata bukan cuma saya bisa lewatin standar Kak JJ, melainkan juga jadi salah satu akhwat yang punya rekor paling banyak. Iya, si Vera yang menye menye kayak marshmallow dan punya dua kaki kiri ini, haha. Terus wajar dong ya, kalau ngarep sedikit encouragement, pujian mungkin, karena prestasi kecil itu.

Taunya sama Kak JJ malah semacam dibejek-bejek. Haha. Lupa tepatnya ngomong apa, tapi buat hati si remaja awal ini rasanya periiiiih. Intinya sih jangan nunjukkin kepesimisan karena Allah ngikutin prasangka hamba-Nya, dan pesimis berarti kufur nikmat, bla-bla. Iya sih, bener, completely. Cuma cara nyampeinnya aja menyayat hati remaja awal ini. Hahaha lebay.

Setelah ikhwan-ikhwan yang perasaannya dilapisin kulit badak itu pada nyingkah (lapangan tempat latihan ada di dekat wilayah akhwat), akhwat-akhwat pada ngerubungin saya. Rupanya wajah saya pasang billboard pengumuman bahwa saya amat sangat kesepet sama refleksinya Kak JJ. Mereka nyatain dukungan dan bujuk-bujuk saya biar nggak sedih gitu. Dan saya, sebagai remaja awal yang lebay dan masih dikendalikan sangat kuat oleh amygdala, malah mewek. Ngomongin alasan kenapa saya pesimis, nyampein bahwa saya ngerasa punya kekurangan di sana-sini sampai saya susah pesimis bisa mencapai mimpi-mimpi saya. Iya, bukan cuma latihan endurance Jasadi aja, tapi juga mimpi-mimpi besar saya yang lain. Drama queen banget, thaaaaat's meeee!

Seorang akhwat sahabat dekat saya, tiba-tiba nyeletuk kayak kalimat di paling atas. Dia semacam muak sama tangisan dan keluhan saya. Dia ingin bilang bahwa saya bisa sebenarnya, apa pun itu, cut off the pessimistic rant! Singkat kata, dia sebenarnya membelot ke sisi Kak JJ! Saya menatap dia dengan menyipitkan mata, diam-diam ngaku dia benar, tapi sakit hati.

Dia, seakan sadar kalau kata-katany bikin saya tersinggung, menambahkan dengan lembut, "karena selama kita di bumi Allah,nggak ada yang nggak mungkin kan? Bisa minta bantuan sama Allah, dan nggak ada yang nggak mungkin buat Allah."

Saya tahu bahwa pada saat itu, dia benar. Kak JJ benar.

Kesombongan membawa petaka, dan pesimisme menghalangi kita dari mengeluarkan potensi kita yang sebenarnya. Kegagalan, kesulitan...cuma cara Allah mendewasakan kita. Bikin kita pinter dengan cara-Nya. Dan Dia dengan baiknya telah memberitahu kita ke mana harus lari kalau kita merasa sejenak bahwa ini terlalu berat. Kalau kita merasa butuh kekuatan buat melaju lagi.

Lari pada Allah, Ver, lari secepat-cepatnya.

You humble me, Lord
You humble me, Lord
I'm on my knees, empty
You humble me, Lord
You humble me, Lord
So please, please, please forgive me

You humble me, Lord
(Humble Me - Norah Jones)

posted from Bloggeroid

Comments

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Day #1 : 10 Things That Makes Me Happy (PART 2)

Aishiteru - Kizuna (a.k.a. The Movie That Made Me Feel Like A Stone-Hearted Cyborg)