Blink (Piecing Me Back Together)

Harusnya saya pasang review Okada Masaki's Movie Weekly Watching Marathon setiap Senin, tapi skripsi lagi hectic dan saya ada...ahem, proyek pribadi juga, jadi blog ini agak terbengkalai. Tiga Senin nggak posting! Gila, untung nggak tiga kali puasa-tiga kali lebaran kayak Bang Toyib. Sorry atas keabaian saya dalam mengasuh blog...dan joke Bang Toyib tadi -,- hahaha.

Btw, nama proyek (?) ini kok kepanjangan ya. Mari kita singkat jadi Monday with Masaki mulai sekarang :D


Inilah film kita minggu ini:



Matataki movie poster

Blink (Piecing Me Back Together)


Prepare your handkerchief, Guys, because this movie is a certified tear-jerker. You can watch it online here

This movie follows the life of a young woman, Sonoda Izumi (Kitagawa Keiko) as she copes with the death of her boyfriend, Kono Junichi (Okada Masaki). Ya, karakter Okada Masaki mati di sini, dan nggak, ini bukan spoiler. Nggak perlu khawatir Masaki bakal kekurangan airtime sih, tapi ya itu tadi, siapkan sapu tangan buat nyusut air mata.


Anyway, back to the movie.


Izumi mendatangi seorang psikiater dan mengeluhkan mimpi buruk berulang yang dideritanya. Dalam mimpi itu, dia berada sendirian di sebuah terowongan, memanggil-manggil nama Junichi. Mimpi ini berkaitan dengan kecelakaan yang dia alami dua minggu lalu, yang juga merebut nyawa Junichi. Sebelumnya, Izumi tidak dapat mengingat peristiwa tersebut. Dia berpikir, apakah mungkin ini tanda-tanda bahwa ingatan tersebut akan kembali kepadanya.



Izumi mengutarakan keinginannya pada salah satu sesi konseling

Sepeninggal Junichi, hidup Izumi rasanya dijalankan dalam mode flashback. Hal-hal kecil mengingatkannya pada Junichi, juga rencana-rencana masa depan mereka yang tidak sempat tertunaikan. Dia ingat bahwa sehari sebelum kecelakaan, Junichi mengajaknya melihat bunga sakura. Izumi sempat menolak dengan alasan dia harus bekerja, namun akhirnya dia menyerah pada bujukan Junichi. Keputusan itu pula yang mengantar pasangan itu pada kecelakaan yang mengubah nasib mereka.





Izumi yang tersiksa oleh post-traumatic stress disorder semakin terobsesi untuk mengingat kembali bagaimana peristiwa kecelakaan itu terjadi. Secara kebetulan, Izumi bertemu dengan seorang pengacara, Kirino Makiko (Otsuka Nene) di rumah sakit jiwa yang biasa dia kunjungi. Izumi meminta tolong Kirino untuk membantunya mengakses dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan kecelakaan tersebut. Awalnya Kirino menolak karena itu bukan spesialisasinya (sebenarnya Kirino adalah pengacara bidang perdata). Dia menyarankan Izumi untuk pergi ke detektif saja. Namun kegigihan Izumi akhirnya meluluhkan Kirino, apa lagi Izumi mengingatkan Kirino pada adiknya sendiri yang tidak bisa ia lindungi.


Kirino melakukan riset terhadap catatan rekam medis, catatan kepolisian, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan kecelakaan Izumi. Semakin lama, semakin terungkap fakta-fakta mengenai kejadian tersebut, juga apa yang terjadi pada Junichi dan Izumi. Kirino yang khawatir bertanya pada Izumi, apakah dia benar-benar ingin mengetahui semua ini? Bisa saja sebenarnya kehilangan memori yang ia alami adalah bentuk pertahanan dari dirinya sendiri. Mungkin ingatan tersebut begitu menyakitkan hingga dia secara tak sadar sengaja melakukannya (sesuatu yang biasa disebut 'represi' dalam istilah Freudian). Izumi menjawab dengan mantap bahwa dia benar-benar ingin mengingatnya kembali.



"Inside the memory which I have lost, there is Jun-chan.  don't want to lose the images of Jun-chan in his last times."

...kemudian Vera pun meleleh jadi genangan air mata.



Interesting point about this movie

Menurut saya, sinematografi film ini cantik. Penuh dengan lembutnya warna-warna musim semi, yang sebenarnya ironis mengingat film ini dibuat untuk menguras air mata pemirsa. Latar waktu cerita ini memang musim semi (Junichi dan Izumi mengalami kecelakaan saat akan melihat bunga sakura)...dan kalau dipikir-pikir ini sesuai dengan tema filmnya sih. Musim semi identik dengan munculnya kehidupan setelah tertutupi musim dingin, dan itu bisa jadi metafora bagi 'hidup'-nya kembali Izumi setelah menanggulangi kesedihan karena meninggalnya Junichi.

Di awal saya sempat bingung apakah film ini dalam bahasa Inggris berjudul "Piecing Me Back Together" atau "Blink". Keduanya relevan dengan film, sebenarnya. "Blink", menunjukkan bahwa seperti inilah Izumi kehilangan Junichi : dalam sekejap mata. Dan dengan setiap kejapan mata pula, bagi Izumi, Junichi kembali dalam fragmen memori. "Piecing Me Back Together", karena Izumi berpikir bahwa usaha desperate-nya untuk "menghidupkan" kembali semua kenangannya bersama Junichi somehow adalah usahanya untuk mempertahankan keutuhan hidupnya sendiri. Relevansi "Piecing Me Back Together" akan semakin terlihat kalau kamu menonton bagian-bagian terakhir dari film ini. Udah gatal banget pengen ngasih tau tapiiii...I'm trying hard not to be too spoilery here.





Kitagawa Keiko berakting cukup bagus pada film ini. Ekspresi Izumi yang melankolis sementara dia merunut kembali kenangannya bersama Jun-chan membuat kita trenyuh saat ingat bahwa seindah apa pun kisah cinta mereka, akhirnya tidak akan bahagia. Yang saya perhatikan kurang konsisten adalah kebiasaan Izumi menyeret kakinya, yang baru dia lakukan setelah kecelakaan. Awalnya saya pikir hilangnya kebiasaan itu menjadi tanda bahwa Izumi mulai bisa move on, tapi setelah saya tonton ulang, kayaknya nggak ada hubungannya. Haha.


Buat saya pribadi, akting Kitagawa Keiko di sini membantu mengingat kembali reaksi psikologi seseorang saat ditimpa bencana, yang saya pelajari di mata kuliah Psikologi Kebencanaan. Kayaknya asyik juga kalau sambil nonton, sambil mencocokkan dengan simptom-simptom psikologis di text-book. Maybe for some other time...haha.

Saya suka juga interaksi Izumi dengan kakaknya, Tsukasa (Fukami Motoki). Tsukasa memang tidak secara blak-blakan menampakkan diri sebagai kakak yang suportif dalam membantu adiknya mengatasi trauma. Justru karena itu, canggung-canggungnya Tsukasa dalam memerhatikan Izumi, juga bagaimana Tsukasa berusaha memperlakukan adiknya 'seperti biasa', menarik untuk dilihat.



Typical Tsukasa's response to her sister's psychological state. It was maybe a little harsh, but I like that it was said not without worry and compassion

High point lainnya... tentu saja Okada Masaki, ya, yang sukses menghadirkan kesan kekasih idaman lewat penampilan sebagai seorang mahasiswa institut seni yang kemudian mati. Aktingnya sebagai Junichi di sini membuat kita paham kenapa Izumi susah move-on banget ditinggal sama pacar kayak gini. Kayaknya bakal lebih menarik (dan lebih bikin nangis kejer) kalau adegan hubungan Junichi dan Izumi diperbanyak.



Even in this kind of outfit, Okada Masaki can do no wrong *swoon*

On the low point, side story tentang pengacara Kirino dengan adiknya saya pikir kurang 'gigit'. Menarik sebenarnya, menyediakan 'kedalaman' bagi karakter Kirino dan menjelaskan mengapa dia mau membantu Izumi walaupun jelas banget secara profesional itu bukan bagian dia. Tapi ya...buat saya sih jadi agak mengalihkan fokus dari cerita utama, apa lagi konklusinya agak 'gantung'.



What I learn after I watch this movie?


Jun-chan...can I live on?

Tema utamanya bukan sesuatu yang jarang diulas: experiencing losing and moving on. Apa yang akan kamu lakukan ketika kamu kehilangan orang yang paling kamu cintai? Terutama jika kamu kehilangan orang tersebut di depan matamu, bahkan mungkin kehilangan itu disebabkan oleh salahmu? 


Well, apa pun yang kamu pilih untuk lakukan, perlu diingat bahwa meski tubuh berpisah, makna tidak serta-merta hilang. Those who loved us never truly left us...we live with them in some ways. Menangisi orang-orang yang telah pergi tentu adalah sesuatu yang normal, bukankah bagaimana pun mereka adalah bagian dari hidup kita yang kita sayangi? Namun pada satu titik, kita perlu mengingat bahwa yang membuat mereka berharga adalah keberadaan mereka, bukan saat-saat kehilangannya. Dan pada saat itulah, kita dapat bersyukur bahwa Tuhan telah mengizinkan mereka singgah dalam hidup kita dan mewarnainya dengan cara yang sungguh berkesan.


So please....everyone who is left behind, live on.



The happy memories remain... (source : here)

Comments

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Sentimental Hours

Day #1 : 10 Things That Makes Me Happy (PART 2)