Getting Overboard with So-Called 'Galau-ism' and 'Labil-ism'

ZZZZZ....
Posting ini terilhami dari tren akhir-akhir ini (paling tidak di Psikologi Unpad, utamanya angkatan 2009), yaitu mengatai orang lain 'labil' atau 'galau'. Betapa seringnya kata-kata itu terdengar (bahkan tidak jarang tertuju pada aku sendiri), sehingga kadang-kadang aku ingin bertanya kepada yang mengata-ngatai, "dasarnya apa ya, kamu ngatain saya labil/galau?" Soalnya tiap ada muka cemberut dikit, dikatain galau. Tiap nyanyi lagu Reza dikit, dikatain labil. Tiap pengen curhat tentang romantic-interest, ada aja yang ngingetin kalau aku sudah 19 tahun sekarang, di ambang usia dewasa awal, sehingga harus mengurangi apa yang mereka sebut sebagai 'galauisme' atau 'labilisme'.

Yeah, tepat. 'Galau-isme' dan 'Labil-isme' yang harus didefinisikan kembali, karena sudah mengalami peyorasi parah sampai rasanya aku pengen ngambek (dengan resiko dicap 'makin galau/labil') setiap kali ada yang mengatakannya saat sebenarnya aku ingin mendapat penghiburan.

Sebelumnya, mari kita tinjau, apa sih sebenarnya definisi formal 'labil' dan 'galau' itu? Definisi ini didapatkan dari KBBI (ya, betul, KBBI ada versi online-nya. Tolong jangan pasang muka kaget -___-)
ga·lau a, ber·ga·lau a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran);
ke·ga·lau·an n sifat (keadaan hal) galau
la·bil a 1 goyah; tidak mantap; tidak kokoh (tt bangunan, pendirian, dsb); 2 goyang; tidak tenang (tt kendaraan, kapal, pesawat terbang, dsb); 3 tidak tetap; mudah berubah-ubah; naik turun (tt harga barang, nilai uang, dsb); 4 tidak stabil; cenderung berubah; 5 Fis tidak seimbang dan mudah berubah;
ke·la·bil·an n perihal labil
 Sedangkan yang ini adalah definisi yang ditarik sebagai simpulan dari penggunaan kata 'galau' atau 'labil' di kehidupan sehari-hari anak Fapsi Unpad
 ga·lau a, ber·ga·lau a cemberut, murung, menandakan seharusnya-dihibur-tapi-lebih-asik-kalo-diejekin (ekspresi wajah); lagu-lagu yang bertempo lambat, ballad, misalnya lagu 'Hampa' karya Ari Lasso atau 'Biar Menjadi Kenangan' karya Reza Artamevia dan Masaki Ueda (musik);  membicarakan tentang cinta, kecengan, kecemburuan, dan hal-hal yang senada (jenis curhat);
 ke·ga·lau·an n sifat (keadaan hal) galau
 la·bil a lihat 'galau'
ke·la·bil·an n perihal labil
 Oke, kalau dilihat dari perbandingan definisi formal dan definisi asal-bunyi-nya, mungkin tidak menyimpang terlalu jauh ya (Walaupun aku dan Luthfia Dinana jadi agak muak mendengar betapa pasarannya dua kata ini, dan menyarankan untuk menggantinya dengan kata 'risau' atau 'bimbang' saja). Kecuali satu, yang membuat aku agak keberatan...

Mengingat kedua kata ini sering digunakan dengan ditambah ekspresi non-verbal yang menunjukkan konotasi negatif, KENAPA DUA KATA INI SERING DILONTARKAN SAAT AKU SEDANG BERBICARA TENTANG CINTA?

Memang biasanya aku membicarakan cinta yang didefinisikan secara sempit, tapi please deh, apakah itu sesuatu yang negatif? Salah? Seharusnya tidak dibicarakan? Tidak penting? Okelah kalau aku bicara sama random people di jalanan, silakan labeli aku 'labil', 'galau', atau apa pun itu, dan abaikan saja. Tapi agak ngeselin, kalau niat aku curhat serius sama seorang TEMAN dan respons yang aku dapatkan adalah "Ih please deh, labil banget kamu, Ver."

Itu mah sama aja kayak aku lagi makan cabe sebakul sampai mata dan hidung aku meler, terus ada orang yang mendatangi dan ngomong, "Ih, itu kan pedes banget tau, Ver." Anak kecil naik sepeda roda tiga juga tau.

Mungkin ini cuma perasaan aku aja sih, tapi jujur aja, kata-kata itu membuat aku merasa diabaikan, dan secara natural aku akan menjauh. Seperti kata Bang Amir (dosen psikologi sosial aku), persahabatan itu kan dibangun oleh trust dan respect. Mendengarkan kata-kata seperti itu dari seseorang yang aku anggap sahabat, membuat aku merasa tidak dihargai oleh dia. Seolah-olah dia pikir "aduh pelis ya Vera masalah kamu tuh piece of cake bangeeets, pikirin perdamaian dunia aja deh mendingan! Nggak ada waktu deh aku dengerin curhatan kamu." Kalau udah gitu, aku sih merasa jadi makin renggang, dan jadi nggak enak sendiri. It's kind of depressing...

Jadi agak miris aja, kalau itu dilakukan oleh calon psikolog, yang notabene pekerjaannya adalah membantu orang lain memperbaiki diri. Karena dengan melabeli orang itu 'galau' atau 'labil'...it's seriously not helping anyone.

Kadang aku mikir, lebih enak nggak sih kalau ada orang yang datang untuk curhat sama kita, terus kita dengarkan dulu dengan penuh simpati. Masalah sesepele apa pun itu menurut kita, mungkin nggak begitu buat orang lain. Ini kan kembali ke sudut pandang subjektif masing-masing. Coba bayangin temen kamu curhat sambil nangis-nangis bahwa ikan cupang dia mati kemaren, dan kamu malah bilang sama dia "Aduh pelis ya, jangan labil gitu deh, kamu kan udah hampir dewasa awal. Ikan cupang di dunia ini berjuta-juta, beli satu lagi aja kenapa sih?" Padahal mungkin ikan cupang itu istimewa buat temen kamu karena sesuatu...

Setelah didengarkan, jangan ujug-ujug ngatain labil. Tawarkan pemikiran kamu dengan bahasa yang baik. Kadang-kadang orang nggak curhat untuk dapat solusi, jadi jangan ngotot bahwa apa yang kamu omongin itu udah solusi paling oke. Dengarkan dengan sabar dan bersahabat, lakukan hal yang tepat hingga orang itu merasa terbantu.

Maaf nih kalau jadi terasa emosional. Masalahnya adalah, sekarang aku sedang mencintai seseorang dalam definisi yang sempit, dan orang-orang yang sedang jatuh cinta adalah sasaran empuk untuk dikatai labil. Ada orang-orang yang oke aja dikatain seperti itu, tapi karena aku jenis orang yang sering membawa serius omongan orang lain, jujur aja aku ngerasa itu adalah sebutan yang ofensif dan menghina. And it's really unnerving if it is my friend who said those two words...

Intinya, dunia akan lebih asyik kalau kita menerima orang yang membutuhkan kita dengan tangan terentang, bukannya melipat tangan dan menyemburkan kata-kata "enyah kamu, heh orang labil."

Comments

  1. dua kata itu juga lagi tren di angkatan fakultas saya, hhe

    ReplyDelete
  2. okeee, aku ga akan bilang labil sama vera lagii, tp galau boleh kan? hehe

    ReplyDelete
  3. dirimu menyuarakan kegelisahanku, *menangis terharu*. totally love this post :)

    baru nyadar, udah lama ngga main kesini ver.. dan sepertinya saya akan mulai berkunjung lagi :)

    ReplyDelete
  4. woooooo..
    falling in love?
    akhirnyaaaaa..
    *minta ditimpuk*

    ciee ciee..
    sama siapa ver?
    si mister?
    :p

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Sentimental Hours

Day #1 : 10 Things That Makes Me Happy (PART 2)