Raiou (The Lightning Tree)

Sebenarnya, saya nggak terlalu bersemangat untuk menonton Okada Masaki dengan gaya rambut "botak samurai" di sini. I can never ever ever understand fashion. Heian era hairstyle was much better IMO. Kata wikipedia, chonmage (a.k.a gaya rambut botak samurai) itu salah satu kegunaannya adalah menyamarkan usia dan kebotakan. Yeah. I see what you did there.

(Intermezzo : untuk kamu yang tertarik mengetahui fungsi dan filosofi pakaian samurai di masa Edo, bisa akses di sini)

The hair problems aside, this movie is a good one. Let's proceed, shall we?


Raiou Movie Poster

Raiou (The Lightning Tree)


  • Japanese: 雷桜
  • Director: Ryuichi Hiroki
  • Writer: Mari Ueza (novel), Masato Kato,Sachiko Tanaka
  • Producer: Takashi Hirano
  • Cinematographer: Atsuhiro Nabeshima
  • World Premiere: October 2010 (Pusan International Film Festival)
  • Release Date: October 22, 2010
  • Runtime: 133min

You can watch it online here

Rai (Aoi Yu) adalah anak perempuan kepala desa yang diculik dan dibesarkan sebagai 'gadis liar' di Gunung Seta oleh bandit Riemon (Tokito Saburo). Suatu hari, ayah angkat Rai mengembalikannya ke orang tua aslinya. Rai yang dibesarkan di pegunungan tidak betah dengan ketatnya undak usuk kehidupan sosial, dan kabur ke hutan setiap kali ada kesempatan. 

Shimizu Narimichi (Okada Masaki) adalah anak seorang bangsawan yang sakit-sakitan dan dicurigai memiliki mental kurang stabil. Pada saat 'kambuh', dia mengamuk dan hampir membunuh salah seorang pengawalnya yang dia anggap lalai. Takut ketakstabilan tuan muda ini memengaruhi nama besar keluarga Shimizu, Kepala Pengawal Enokido (Emoto Akira) menempatkan Seta Sukejiro (Koide Keisuke) sebagai pengawal pribadi Narimichi. Untuk 'menyembuhkan' penyakitnya, Narimichi dikirim ke Desa Seta untuk beristirahat. Di padang rumput di sekitar Desa Seta inilah Narimichi bertemu Rai, dan pada akhirnya saling jatuh cinta. Meskipun begitu, perbedaan kelas sosial menjadikan cinta mereka sebagai sesuatu yang tidak mungkin bersatu.

Rai saat pertama kali bertemu dengan Narimichi, dengan kostum berburunya yang membuat warga desa mengira dia Tengu.

So, basically it's Romeo and Juliet+ gender-flipped Tarzan set in Edo period. Dua orang yang berasal dari dunia yang berbeda, bertemu, kemudian saling tertarik. Narimichi yang seumur-umur hidup terkungkung terkesan pada Rai yang memperlakukannya dengan jujur. Rai terkesan karena Narimichi ganteng, habisnya diperanin Okada Masaki, gimana dong  Narimichi adalah semacam 'makhluk misterius' dalam interaksi sosialnya yang terbatas. Biasanya, kalau ada manusia lain, Rai malah meneror mereka dengan panah, membuat warga desa tidak berani mendekati Gunung Seta karena mengira Rai adalah Tengu (sejenis makhluk halus berhidung panjang khas Jepang). Narimichi adalah laki-laki pertama yang berinteraksi dengannya selain ayah angkatnya dan belum apa-apa si Narimichi ini udah main peluk aja, dasar mesum. Mungkin ini dapat juga dikelompokkan sebagai 'cinta pada pandangan pertama', karena memang pertemuan pertama Rai dan Narimichi di sini sederhana, namun sangat berkesan. Paling nggak buat saya sih, hehe. 

Judul film ini, 'Raiou', diterjemahkan menjadi lightning tree atau pohon petir. Nama ini berasal dari sebuah pohon Sakura yang disambar petir pada sebuah malam berhujan, tepat pada saat Riemon hampir membunuh bayi Rai (yang sebenarnya bernama Yuu, anak bungsu kepala Desa Seta). Sambaran petir itu membelah pohon sakura menjadi dua, dan meyakinkan Riemon bahwa itu adalah pertanda dari dewa bahwa dia tidak boleh membunuh Rai. Rai pun dinamai seperti petir yang Riemon anggap telah menyelamatkan hidupnya. Di kemudian hari, kelopak-kelopak bunga sakura baru muncul dari pohon yang telah terbelah dua itu. Ini mengisyaratkan bahwa bahkan keindahan merupakan sesuatu yang resilient. Seperti petir yang tidak dapat menghalangi mekar kembalinya bunga sakura, cobaan yang berat tidak dapat menghalangi sesuatu yang indah berkembang. Cinta, misalnya. Tema inilah yang kemudian menjadi nyawa dari film ini.

Rai dan Narimichi di depan Raiou
Film ini semakin menguatkan pendapat saya bahwa Jepang zaman dahulu mungkin adalah latar yang menarik bagi sebuah cerita, namun tidak menyenangkan untuk dihidupi. Menjadi bangsawan, samurai, atau rakyat jelata sama bahayanya. Rai yang biasa dengan keliaran gunung tidak betah harus memakai kimono dan obi khas wanita, serta membungkuk-bungkuk pada orang yang strata sosialnya lebih tinggi. "As if I'm going to squat down, we don't know when he will draw out his sword!" tolak Rai saat dia pertama kali diperintahkan untuk memberi hormat pada Narimichi. Mungkin memang itu filosofi dari membungkuk. Lebih dari sekadar menghormat, namun juga mempersembahkan hidup, paling tidak pada momen itu. Benar kata Rai, saat membungkuk kita merendahkan pertahanan kita, dan orang di hadapan kita akan memiliki keuntungan posisi apabila dia memilih menyerang. Pada masa Edo, bungkuk-membungkuk ini menjadi urusan hidup-mati, terutama buat rakyat jelata, yang kayaknya dianggap debu di bawah keset.

(Intermezzo : untuk gambaran kehidupan rakyat jelata pada masa Edo, saya menyarankan membaca novel Kaze dari Dale Furutani-edisi bahasa Indonesia diterbitkan oleh Mizan. Setepat apa dengan kondisi sebenarnya, saya nggak tahu, tapi cara Dale Furutani menceritakannya sangat mencekam)

Jadi bangsawan dari keluarga daimyo (tuan tanah) juga nggak serta-merta bisa leha-leha. Oke, kondisi kehidupan mungkin lebih baik...kalau beruntung hidup. Motivasi utama dalam kehidupan bangsawan dan samurai itu adalah 'mempertahankan kehormatan', which is noble and good, really, tapi kadang-kadang kehormatan ini diinterpretasikan secara 'sakit' (paling nggak dari standar zaman sekarang). Dalam sejarah, kita punya Nobuyasu, anak pertama Tokugawa Ieyasu yang diperintahkan untuk melakukan seppuku oleh ayahnya sendiri...gara-gara istrinya yang berasal dari keluarga samurai lebih kuat nggak rela diduakan (the history is quite complicated, though, and you can read it here). Bahkan Kaisar Antoku yang baru berusia enam tahun ditenggelamkan daripada ditangkap oleh pasukan musuh. I mean...ini kaisar pada masa di mana Jepang menganggap kaisar adalah titisan dewa gitu lho. Masih kecil banget lagi (as a trope in fiction, there is Infant Immortality. Sadly, it's not a fiction, kid). Seakan nggak cukup ngeri, yang menenggelamkannya adalah neneknya sendiri. Demi kehormatan keluarga.

I really am grateful that I live here in 21st century Indonesia, where my grandma bought me dolls and cook spaghettis for me when I was six. I love you, grandmama!

Anyway, bahkan orang-orang dari status sosial dan keluarga yang lebih kuat daripada Narimichi pun nyawanya murah. Apa kabar Narimichi, yang mentalnya dikisahkan 'tidak cukup stabil untuk menjadi seorang Shimizu yang bermartabat'? Ayahnya memberi perintah pada Enokudo untuk membunuhnya apabila Narimichi tidak dapat mengontrol kemarahannya dalam situasi yang mungkin mempermalukan keluarga Shimizu. Kalau nyawa Narimichi buat ayahnya saja seribu tiga gitu, apa kabar kisah cintanya? Ditambah pembunuh bayaran dari saingan politik keluarga Shimizu, plus rencana perkawinan politik Narimichi dengan anak perempuan sekutu keluarga Shimizu, this love was doomed from the start. Kayaknya, hampir semua halangan cinta itu asalnya dari keluarga Narimichi sih.

Rai and Narimichi, a doomed love story

Anyway, meskipun formulasi konfliknya bukan yang pertama di dunia, tetap menarik untuk melihat interaksi antara Rai/Yu dengan Narimichi. Plus panorama pedesaan Jepang di musim semi...it's guaranteed as a feast to your eyes. Terus akhirnya...apakah sedih atau bahagia? It's a doomed star-crossed lover story, but it was titled 'Raiou' which signifies hope...so what would it be? Naah, I'm not going to spoil it, you have to watch for yourself :).

Sebagai anak psikologi, jadi semacam kebiasaan untuk kepo "ini gangguan mental apa sih" setiap kali tokoh dalam sebuah cerita dikisahkan punya gangguan mental. Narimichi ini sejak kecil mengalami mimpi buruk. Mood-nya mudah memburuk dan kalau marah sulit dikontrol. Sehabis kambuh, dia sering tiba-tiba pingsan. Ibunya yang juga memiliki gangguan mental jarang memperlihatkan kasih sayang sewaktu dia kecil, bahkan pernah meludahi dan menyebutnya, "anak yang menjijikan". Ada indikasi bahwa kondisi Narimichi ini genetis dan berkaitan dengan sistem syaraf, karena ibunya juga seperti itu dan gampangnya dia pingsan setelah 'kambuh' , tapi saya nggak yakin. Soalnya ketika Narimichi ada di Desa Seta, juga saat berinteraksi dengan Rai, dia berperilaku dengan normal. Ya, senormal seorang bangsawan yang seumur hidup terkungkung dan mendapat kesempatan bebas untuk pertama kali sih.

Okada Masaki, still handsome even with chonmage. But...umm...Masaki-san? I can see your actual hairline...

Performance Yu Aoi di sini sangat keren menurut saya. Garang sebagai gadis yang dibesarkan sebagai 'orang liar', tapi pada saat yang sama tetap menunjukkan kepolosan. Saya juga suka suaranya yang nggak berusaha tampak imut. Tepat banget sebagai Rai. Okada Masaki di sini menurut saya kurang 'labil' sebagai Narimichi, tapi mungkin aja sebenarnya Narimichi nggak 'sakit' sih. Sedikit udara bebas (dan Rai) akan membuat kondisinya jauh membaik.

Other notable performance is Koide Keisuke as Seta Sukejirou. Siapa yang sangka samurai setia ini adalah orang yang sama dengan si pemain timpani yang kribo, gay, dan fanboy fanatik Chiaki di Nodame Cantabile, Okuyama Masumi? Di sini mukanya jadi rada mirip sama Sano Kazuma, pemeran Jyuta Tachibana di Otomen, hahaha.

Semua gambar dari Asianwiki

Raiou Trailer:


Comments

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Sentimental Hours

Aishiteru - Kizuna (a.k.a. The Movie That Made Me Feel Like A Stone-Hearted Cyborg)