Book for Breakfast : The Adventures of Elizabeth in Ruegen

Elizabeth von Arnim? Siapa sih? Penulis? Nulis buku apa? Kok aku nggak pernah denger ya?
Elizabeth von Arnim (source from here). A demure picture (probably because of the ancient camera), but inside her there was a charming imagination and witty sense of humor
Worry not, not knowing Elizabeth von Arnim is not a sign that you are not well-read. Namanya memang nggak sebeken penulis wanita zaman baheula lain, misalnya Jane Austen atau Bronte bersaudara. Saya nggak tahu apakah ada karyanya yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia (kayaknya belum ada *sigh*). Kalau melihat jumlah fans dan pembacanya di Goodreads, jangan-jangan memang dia tidak dikenal dengan luas, bahkan di luar negeri sana.

Saya pun menemukan karyanya nggak sengaja, gara-gara buka-buka rekomendasi buku di Goodreads. Katanya, berdasarkan buku-buku yang selama ini saya baca, kemungkinan saya bakal suka buku ini : Vera, by Elizabeth von Arnim. Gila, tau aja goodreads kalau saya rada narsis, hehe. Maka saya pun mencari buku tersebut (versi ebook LEGAL dapat diunduh di sini) dan akhirnya berkenalan dengan Elizabeth von Arnim.

Karya-karya Von Arnim pada umumnya bercerita mengenai kehidupan wanita kelas menengah ke atas. Karakter utamanya biasanya introvert, flegmatis, kadang-kadang bordering sociophobe. Humor-humornya cerdas, ringan, tapi kadang sarkastis. Dia tidak menyampaikan pesan feminisme nan militan dan berapi-api, namun secara halus karyanya menggambarkan bahwa wanita punya hak untuk mengendalikan kehidupannya dan mengejar kebahagiaannya sendiri (although definition of happiness may vary). Saat membuat narasi, dia terkadang menekankan detail yang sekilas nggak penting dibandingkan peristiwa intinya. I have this funny impression that young Elizabeth Von Arnim might look and think a bit like Luna Lovegood.

You know...a bit like this (source : here)
Membaca novel-novel Von Arnim rasanya seperti bertemu teman lama yang sudah berpisah bertahun-tahun. Kamu akan menghampirinya, kegirangan dan bertanya, "Hey...abis ngapain aja?" Kamu nggak berharap dia akan menjawab dengan bombastis seperti "Oh, well, selama ini aku pergi ke Rumania berburu naga." atau  "aku terlibat dalam cinta segi tiga antara vampire dan werewolf!" Kemungkinan dia akan bercerita tentang kehidupan sehari-hari. Klimaks ceritanya juga tidak akan telalu extraordinary. Namun kamu menyimak dengan seksama dan sesekali ikut tertawa. Pada beberapa titik kamu mungkin akan gatal-gatal memotong ceritanya dan menyambung dengan ceritamu sendiri, "Iya! Iya! Aku juga pernah kayak gitu. Aku juga ngerasa kayak gitu!"

For me, Von Arnim's work is the epitome of comfort read. Baru baca sedikit bukunya, tapi sudah merasa sobatan banget. Dia lahir seabad lebih awal daripada saya, tapi rasanya kami seperti sudah berbagi banyak pengalaman. Fix banget salah satu penulis favorit.

Picture source and free e-book could be found here

The Adventure of Elizabeth in Ruegen

Rating 4 from 5 stars


The Adventures of Elizabeth in Ruegen merupakan novel semibiografis Von Arnim. Narasi yang disampaikan oleh orang pertama mirip dengan novel semibiografisnya yang lain, misalnya Elizabeth and Her German Garden dan The Solitary Summer. Meskipun begitu, novel-novel ini bukan seri, jadi bisa dinikmati secara terpisah.

Terlepas dari kata 'Adventure' pada judulnya, jangan harap akan ada petualangan mendebarkan semacam The Lord of The Rings atau The Hunger Games. Novel ini justru menceritakan sesuatu yang sangat 'sehari-hari': tamasya Elizabeth ke Pulau Ruegen selama sebelas hari. Kenapa disebut adventure, kalau begitu? Yah, pada awal abad 20, saat buku ini ditulis, sangat tidak umum bagi seorang wanita, apa lagi dengan status bangsawan seperti Elizabeth, untuk bepergian tanpa disertai keluarganya. Padahal Elizabeth nggak sendirian juga sih, dia ditemani seorang pembantu, kusir kereta kuda, dan dua kuda milik keluarganya. Namun 'kesendirian' Elizabeth tetap mengundang kerutan kening bagi orang-orang yang ia temui dalam perjalanan.

Peta Pulau Ruegen, Negara Bagian Mecklenburg - Pomerania Barat, Jerman (source : here)
Ruegen adalah pulau terbesar di Jerman. Letaknya di Laut Baltik (Ostsee, dalam bahasa Jerman) dan termasuk dalam negara bagian Mecklenburg-Pomerania Barat. Bahkan pada zaman Von Arnim hidup, Ruegen sudah terkenal sebagai objek wisata, dengan pantai dan tempat mandi-mandi (Bad) sebagai daya tarik utama. Selain itu, kecantikan alamnya juga sangat menggoda. Tengok saja deskripsi tentang Ruegen di salah satu buku travel guide yang dikutip Von Arnim
Hearest thou the name of Ruegen, so doth a wondrous spell come over thee. Before thine eyes it rises as a dream of far-away, beauteous fairylands. Images and figures of long ago beckon thee across to the marvelous places where in grey prehistoric times they dwelt, and on which they have left shadow of their presence. And in thee stirs a mighty desire to wander over the glorious, legend-surrounded island...  
Salah satu pantai di Ruegen (source : here)
Elizabeth menuliskan pengalamannya di Ruegen dengan niat membuat travel guide versinya sendiri. Being a scatterbrained she was, di antara deskripsi panorama dan kehidupan Pulau Ruegen, dia masih sempat-sempatnya mendiskusikan tentang telur yang terlalu cepat mendingin, anjuran membawa bantal saat menginap, dan kampanye keuntungan berjalan kaki dibandingkan menggunakan kendaraan.

Elizabeth adalah jenis wanita yang imajinatif dan penyendiri. Her best friend is herself and nature. Dalam buku ini, dia menyatakan berkali-kali bahwa dia hanya ingin menjalani liburannya dengan tenang, sendirian. But as much as I can relate to her being an introvert, reading her musing about random things alone would be quite boring. So, much to her chagrin, Elizabeth is forced to interact with several characters :

  1. Brosy Harvey-Browne, seorang pemuda Inggris yang kayaknya germanophile. Sangat sopan dan mudah bergaul. Fans berat Profesor Nieberlein. Sepanjang cerita sibuk berinteraksi dengan penduduk lokal dan mencegah ibunya berantem dengan teman-teman seperjalanan.
  2. Mrs. Harvey-Browne. Ibu Brosy, istri uskup dari Babbacombe. Memandang Inggris unggul dari Jerman dalam semua aspek, kecuali Jerman memiliki Profesor Nieberlein dan Inggris tidak. Sepanjang cerita sibuk mencela kebiasaan orang Jerman dan menyindir teman seperjalanan.
  3. Charlotte Nieberlein, sepupu Elizabeth, seorang wanita yang cerdas dan feminis. Dia menikah dengan Profesor Nieberlein karena kagum atas pemikiran profesor tersebut, namun kemudian kecewa karena merasa tidak dihargai kapasitas intelektualnya. Ada yang berspekulasi tokoh ini terinspirasi oleh Katherine Mansfield, sepupu Von Arnim yang juga penulis dan feminis. Sepanjang cerita sibuk ceramah tentang kesetaraan gender dan kabur dari suaminya
  4. Prof. Bernhard Nieberlein. Jenius, tapi random-nya melebihi Elizabeth. Sangat mudah lupa dan teralihkan perhatiannya. Cenderung gombal dan menganggap istrinya anak kecil yang manis. Sepanjang cerita sibuk mengingat-ingat tujuan utamanya datang ke Ruegen dan mengejar istrinya


Koenigsstuhl, Ruegen (source : here)
Ruegen boleh pulau terbesr di Jerman, tapi buat Elizabeth terasa sangat sempit. Ke manapun Elizabeth mencari kedamaian, pasti akhirnya gagal karena akan bertemu dengan orang-orang ini lagi. Elizabeth mau tak mau terseret-seret oleh urusan mereka, dan tamasya Elizabeth pun menjadi lebih berwarna daripada yang dia inginkan sebelumnya.

Di akhir cerita, Elizabeth meminta maaf karena dia jadi melupakan calon-calon pelancong yang tadinya menjadi target travel guide-nya. Dia bilang, travel guide-nya mungkin sedikit gunanya, well, it has little use for us 100 years later, anyway. Namun dia menyimpulkan pengalamannya sebagai berikut:
- The best inn was at Wiek
- I was happiest at Lauterbach and Wiek
- I was most wretched at Goehren
- The cheapest place was Thiessow
- The dearest place was Stubbenkammer
- The most beautiful place was Hiddensee.
Mengingat ini Elizabeth, tentu saja alasannya menyebut tempat-tempat di  atas tidak semata-mata karena pemandangan alam dan daya tarik wisatanya, hahaha.

Wiek Port, Ruegen. The place with the best inn and happiest circumstances according to Elizabeth von Arnim (source : here)
Percobaan menulis travel guide yang gagal ini sangat charming. Lovely, lovely description, and I had a lot of laugh reading Elizabeth's interaction with other characters. Mungkin bagi penikmat buku petualangan, rasanya seakan-akan nggak ada hal yang menarik yang terjadi, tapi mereka yang sedang membutuhkan bacaan yang 'tenang' akan lebih mengapresiasi buku ini.

Sedih rasanya Elizabeth von Arnim baru dikenal sedikit orang sampai saat ini. She's like a dear friend to me already, and I hope she will be your friend, too. Especially if you are an introvert

A lighthouse in Hiddensee, the most beautiful place according to Elizabeth von Arnim (source : here). Lovely indeed! Just imagine lying and daydreaming there....
Ah...jadi pengen ke Ruegen nih.

*dreamy eyes*

Comments

Popular posts from this blog

Der Erlkoenig (The Elf King), A Poem By Johann Wolfgang von Goethe

Sentimental Hours

Day #1 : 10 Things That Makes Me Happy (PART 2)